ZENDING ABAD XIX – XX
Sumber: (Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Sumber: (Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Setelah
mempelajari bab ini mahasiswa mampu:
Ø Menganalisa motivasi terbentuknya
badan misi yang Calvinis, Lutheran dan aliran Baptis Selam dan Pentakosta.
Ø Membandingkan kelebihan
dan kelemahan antara misionaris Calvinis, Lutheran dan Baptis/Pentakosta.
Pokok ini dibahas dalam kelompok diskusi mahasiswa
Materi Pembahasan:
7.1. Badan Zending yang bercorak Calvinis dan latar
belakangnya
NZG (Nederlandsch
Zendelinggenootschap)
Terbentuknya
lembaga-lembaga pekebaran Injil di Belanda oleh anggota gereja pada abad ke-19
dipengaruhhi beberapa kegiatan rohani yang terjadi di London. di Nederland yang
mendirikan lembaga penginjilan pada tahun 1793.
NZG didirikan di Rotterdam pada tahun 1797 oleh
sekelompok orang (anggota jemaat gereja Hervormd) yang didorong atau
dipengaruhi oleh pembentukan lembaga PI di Inggris, yaitu pendirian Baptist
Missionary Society pada tahun 1792, London Missionary Society tahun 1795 dan
oleh orang-orang Herrnhut di Nederland, yang mendirikan lembaga Pekabaran Injil
pada tahun 1793.
Setelah terbentuk, NZG mengutus (zending) sejumlah
pekabar Injil ke:
Afrika Selatan
India
Indonesia (sejak tahun 1839 memfokuskan misionari untuk
memberitakan Injil di Indonesia ), yaitu
di Maluku sampai tahun 1864. Di Minahasa dan Timor, Jawa Timur, tanah Karo di
Sumatera Utara (1890), Sulawesi Tengah (Poso, 1892), dan Boloang Mongondow
(1904). Sulawesi Selatan (1851-1864), di Sawu (1870-1900).
Jumlah misionaris (zending) yang diutus NZG ke
Indonesia selama periode 1813-1894 berjumlah 95 orang.
Para pelopor NZG dari anggota gereja Hervorm saja. Theology dan corak
kerohanian tidak seragam. Adanya yang menganut trdisi ortodox, dan orang-orang
yang memelihara hubungan dengan jemaat Herrnhut atau dengan revival di Inggris,
adapula pengaruh pencarahan. Namun mereka sanggup bertindak bersama-sama karena
mereka memintingkan pengalaman iman dalam kasih dan kesaksian. Oleh karena itu
maka keanggotaan NZG terbuka untuk anggota gereja lain. Dalam PI NZG para
utusan tidak terikat dengan ajaran pengakuan iman atau tata gereja dan tata
kebaktian yang khas Hervormd. Cukuplah kalau para anggota maupuin utusan NZG
berpegang pada PL dan PB sebagai dasar bagi pengetahuan akan kebenaran dan
sebagai satu-satunya aturan untuk iman dan jalan hidup, serta pada abad ke-12
pasal iman Kristen. Tulisan pada materai NZG berbunyi: “Damai Oleh Darah Salip”
(Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Para Misionaris yang diutus NZG ke Nusantara:
Ø Joseph
Kam: ia berasal dari keluarga pietis di Belanda. Keluarganya mempunyai hubungan
erat dengan Hernnhut, pusat kaum morafia. Diutus oleh NZG ke Indonesia dan tiba
di Ambon tahun 1815. dalam pelayanannya di Ambon, ia membabtis 3000 anak-anak Ambon yang belum sempat dibabtis,
akibat tidak adanya pelayanan seorang pendeta selama 20 tahun. Kemudian antar
tahun 1815-1816, Kam berkhobah, mengajar, mengawasi, guru-guru dan melayankan
sakramen-sakramen kepada anggota-anggota gereja disekitar Ambon dan kepada 70
jemaat dipedalaman (satu gereja sekali setahun). Selain itu ia beberapa kali
mengadakan perjalan basar yaiutu ke Ternate, Minahasa, dan Sangir. Ia juga
melayani di pulau-pulau selatan sampai ke Timor. Hal ini disebabkan karena
tidak ada tenaga pendeta disana semasa Joseph Kam! Sepeninggal Joseph Kam pada
tahun 1933, tibalah beberapa pendeta, kebanyakan wisudawan dari universitas
yang tidak begitu terpengaruh oleh pietisme dan bukan utusan NZG. Dampak mereka
terhadap gereja di Maluku tidak begitu menentu. Namun pada tahun 1835 datanglah
guru Belanda yang beraliran pietis bernama Roskott. Roskott terbeban mendirikan
sekolah pendidikan guru (SPG) guna meningkatkan taraf rohani dan kemampuan
golongan guru. Satu tamatan SPGnya adalah W. Hehanusa (1799-1873) yang kemudian
hari di utus ke Minahasa. Disana ia ditahbiskan menjadi pendeta Indonesia
pertama dalam gereja Protestan.
Ø Johan Friedrich Riedel: ia adalah
seorang Jerman yang dipengaruhi pietis. Diutus oleh badan misi Belanda, yaitu
NZG. Ia diutus secara khusus untuk memberitakan Injil kepda orang-orang yang
bernama suku di Minahasa. Dalam pelayanan Riedel lepas dari kekuasaan GPI,
aparat pemerintah Hindia Belanda. Metode pelayanan di Minahasa: (1). Tidak
memakai tenaga orang-orang di Tondano, artinya ketika ia menginjili di daerah
Tondano, ia memakai bahsa setempat tanpa memakai penterjemah sebagaiman yang
dilakukan oleh para misionaris ditemapat lain, seperti di Pasundan, dll. (2).
Riedel tidak menjelekan adat dan agama suku setempat dengan kata-kata pedas
sebagaimana yang dilakukan oleh pendeta-pendeta Belanda sebelumnya. (3).
Bersikap ramah kepada semua orang, mengundang mereka datang kerumahnya, memberi
kopi kepada mereka dan mengadakan diskusi dan ajaran Kristen secara wajar.
Metode ini cocok dengan cara orang Minahasa sendiri. (4). Menguasai bahasa
daerah Tondano (sekali lagi berbeda dengan yang lazim dilakukan pendeta Belanda
yang berpendapat bahwa: bahasa daerah terlalu miskin untuk dipakai mengajar
ajaran agama!). hasilnya ada banyak orang Tondano yang percaya dan dibabtis
Riedel.
Ø Sementara itu NZG akhirnya dapat
izin dari pemerintahan Hindia Belanda untuk memulai pekerjaan misi di pulau
Jawa. Utusannya yang pertama adalah Jellesma (1817-1858). Jellesma pindah dari
Surabaya ke Mojowarno pada tahun 1851.
disana ia mempercayakan orang Jawa untuk kegiatan jemaat dan penyiaran
Injil. Jellesma bersikap selektif dalam menggunakan budaya Jawa dalam rangka
misi gereja di Jawa. Sikap selektif ini dapat dipahami oleh karena beberapa
tokoh seperto Emde dan Coolen berbeda
sikap terhadap budaya. Sikap Emde yaitu menolak budaya Jawa dalam pemberitaan
Injil sebaliknya sikap dari Coolen adalah bersikap memihak atau pro kepada
budaya Jawa dalam menyampaikan berita Injil. Dalam pelayanan Jellesma, berhasil
membabtis 2000 oarang, memulai sekolah, menerbitkan buku-buku rohani dari
cerita Alkitab dan mengumpulkan satu bundel nyanyian rohani hasil dari
pekerjaan misi Jellesma adalah gereja Kristen Jawa Wetan.(Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Beberapa Penginjil
yang bekerja diluar Badan zending dari Belanda
Emde, Coolen, dan Jellesma: pada
tahun 1815 orang-orang Kristen yang berlatar belakang Jawa dan Sunda, dapat
dikatakan tidak ada memang telah terdapat orang-orang Kristen Belanda dan
orang-orang Kristen Indonesia dari pulau-pulau Timor, yaitu dikota-kota besar
dipantai utara seperti Batavia, Semarang, Surabaya. Tetapi di pedusunan tidak
terdapat orang Kristen disana. Gereja Protestan Indonesia (GPI) di Jawa waktu
itu tidak berminat untuk mengadakan penginjilan menjangkau orang-orang Jawa.
Berhubungan kenyataan itu, kegiatan PI dilaksanakan secara perorangan dan tidaklah
secara rapih dan sistematis. Kemudian muncul tiga tokoh untuk PI ke daerah
Jawa, yaitu Emde dan pengikutnya di Surabaya (1851) Coenrad Coolen dan
kelompoknya di Ngoro (1830) dan J.E Jellesma (1850-1858). Emde adalah seorang
tukang arloji dari Jerman. Ia berlayar ke Indonesia dan tiba di Surabaya. Ia
menikah dengan seorang wanita Jawa. Ia bersama istri dan anak-anaknya
mengadakan PI dengan menghubungi orang-orang Jawa, kebanyakan dari
golongan-golongan pembantu dari orang-orang Eropa di daerah Surabaya.
Coenrad Coolen, ia seorang Indo,
ibunya bangsawan Jawa. Ia mendidik dalam kebudayaan Jawa sehingga menguasai wayang musik dan tari-tarian Jawa.
Kemudian Coolen membuka hutan pemukiman
sekitar 60 Km dari Surabaya, namanya Ngoro. Ngoro kemudian menjadi suatu
desa yang makmur dan Coolen dikenal sebagai seorang pemimpin dan guru Kristen,
ia memiliki “Ngelmu”. Dalam pelayanan penginjilan ia memakai budaya setempat,
yaitu budaya Jawa dengan mengadakan transformasi (perubahan dari isi budaya
tersebut). Misalnya waktu memimpin doa berkat: Coolen menyanyikan tembang: “O
Gunung Semeru, O Dewi Sri, Berkatilah karya tangan kami. Dan diatas
segala-galanya kami pohonkan karunia dari dan kekuatan dari Yesus yang
kekuasaannya tiada bertara”. Selain itu pada hari minggu, Coolen mengadakan
kebaktian di pendopo rumahnya sendiri dengan membaca satu pasal dari Alkitab
menyanyikan nyanyian rohani dan berdoa dengan gaya tembang: mengahabiskan waktu
dengan bermain gemelan; mengadakan wayang dan mengucapkan rumus-rumus Kristen seperti
doa Bapa Kami, dsb.(Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Perpecahan dalam tubuh NZG
Sumber: (Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Sumber: (Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Badan misi (pecahan NZG): pada
tahun 1850-an diantar anggota pengurus NZG ada yang dipengaruhi dan mengikuti
golongan “modern” (liberal). Akibatnya, sebagiann anggota NZG yang tradisional
dan kaum etis meninggalkan NZG dan mendirikan lembaga-lembaga baru, yaitu NZV
(1858), UZV (1859) dengan wilayah pelyanan Irian Jaya Barat (1863), di
Halmahera (1866), di Bali (1866-1878), di Buru (1885), dan Sulawesi Selatan
(1895-1905). Selama 80 tahun (1860-1940) NZV mengutus 85 missionaris. Dan NGZV
(1859), memilih Jawa sebagai medan pekerjaan misi (1862), kemudian di pulau
Sumba-NTT (1881-1884), kemudian di pulau Jawa Tengah (meneruskan misi zending
gereja-gereja geretomeerd/ZGKN). Jadi selama NGZV hanya mengutus 8 orang
missionaries ke Indonesia. Sebagian lagi anggota tahanan tardisional dan etis
tetap menjadi anggota NZG sehingga mulai tahun 1900-1940 golongan etislah yang
paling menonjol dalam pemimpinan NZG. Tenaga-tenaga misi NZG adalah
tenaga-tenaga professional artinya mereka diberi pendidikan selama beberapa
tahun kemudian di utus menjadi missionaries dan para misionaris NZG di tempat
penginjilan sebelum tahun 1843 tidak mendapat gaji tetapi mulai tahun 1843
mereka mulai mendapat gaji. Namun hal ini oleh seorang missonaris NZG, yaitu
O.G. Heldring menganggap metode ini kurang mengena dan mahal sehingga jumlah
missionaries yang diutus sangat sedikit. Heldring ingin mengutus orang-orang
Kristen secara spontan tanpa pendidikan bertahun-tahun selain yang paling perlu,
dan diutus tanpa jaminan hidup. Di tempat kerja para missionaries harus
menghidupi diri sendiri, sama seperti Paulus tukang kemah, misalnya dengan
bercocok tanam, berdagang, bertukang, dan sebagainya, sambil bersaksi
(memberitakan Injil Tuhan Yesus Kristus). Heldring bersama panitia tukang
Kristen berhasil mengutus 52 orang missionaries: 20 orang ke Jawa, 2 orang ke
Irian Jaya Barat (1855), dan 8 ke Sangir (1857), dan Talaud (1859). GZB
(Geretormeerde Zendings Bond) adalah lembaga zending yangb didirikan dalam
lingkungan gereja Hervormd dan atas usul dan bantuan NZG, GZB mulai bekerja di
Luwu, Sulawesi Selatan,yaitu di tanah Toraja dan kabupaten Luwu yang sekarang
(1913). Jumjlah tenaga yang diutus kewilayah ini selama 1913-1942 sebanyak 15
orang missionaries. Dalam pelayanan disana, sikap terhadap adat meremka
menggunakan metode A. C. Kruyt, yaitu: (1). Mendirikan sekolah. (2).
Mempelajari bahasa daerah. (3). Membagikan hadiah kecil pada pertemuan hari
minggu agar orang tertarik. (4). Memberi pertolongan medis kepada orang yang
sakit atau luka-luka. (5). Untuk menyerang agama asli penduduk secara langsung.
(6). Tetapi memperlihatkan keunggulan agama kekristenan atas agama asli itu.
(7). Dari pada menyerang agama suku secara langsung sebaiknya memperdalam
penyelidikan terhadap agama suku dalam hal organisasi gereja, GZB memakai
zending gereja-gereja Gereformend.
Lembaga-lembaga bukan pecahan
NZG, yaitu NLGIUZ adalah badan misi bantuan yang diberikan oleh orang-orang
Kristen Lutheran di Belanda pada tahun 1872. NLGIUZ = Nederlandsch Luthersch
Genootschap Voo In-en Uitwendige Zending. Wilayah pelayanan di Indonesia:
kepulauan Batu, lepas pantai Sumatera. Para missionarisnya di didik dalam
seminari RMG di Barmen.(Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Beberapa misionari yang diutus oleh UZV
SUmber: (Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
SUmber: (Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Ø Geissler
dan Ottow: zending/utusan dari Belanda tiba di Irian (Papua) tahun 1855 dan ia
melayani di suku Numtor. Geissler dan Ottow merupakan tokoh misi yang
mengembangkan metode misi Paulus yang mengabarkan Injil dan disamping itu
menjadi tukang (“Zending-tukang”). Dikatakan demikian karena waktu mereka di
Irian, mereka menebang pohon, membuat rumah sendiri, dan berdagang untuk
mengongkosi kehidupan diri. Mereka mengadakan hubungan akrab dengan orang-orang
Numfor (Papua). Lalu mengadakan kebaktian sendiri, akhirnya dalam bahasa
Numfor. Kemudian tahun 1861 sudah dikumpulkan lagu-lagu rohani dalam…. Numfor
yang segera disusul dengan terjemahan dari beberapa kitab PB. Tetapi
dipegangnya sikap sangat negatif terfhadap kebudayaan Numtor (Lih. Van Den End
jilid II:113-115). Namun gereja didirikan diantar orang-orang Numtor itu. Pada
tahun-tahun berikutnya berdatangan banyak misionaris dari Zending UZV dengan
menerobos kepedalam di berbagai tempat. Para zendeling itu menghadapi banyak
kesukaran/kesulitan: iklim yang buruk, penyakit malaria, dan juga keganasan
beberapa suku. Semua factor ini menyebabkan banyak korban dari para misionaris.
Akan tetapi pada tahun 1940 telah di babtis 80.000 orang Irian, kebanyakan
menerima Kristus secara perkampunagn (masal).
Ø 7.2. Badan Zending yang bercorak Lutheran
Badan-badan misi Jerman dan Swis
Rheinische
Mission (RMG, 1828) sejak tahun 1834 mengutus missionaries melayani di
Indonesia dengan wilayah kerjanya di Indonesia, yaitu Sumatera Utara (Batak),
hasilnya HKBP, seorang missionaries yan terkenal dari misi RMG untuk Sumatera
Utara, yaitu Nomensen. Selain itu misi RMG diusahakan di Kalimantan, yaitu GKE
dan di Nias, hasilnya, yaitu BNKP dan gereja-gereja disamping BNKP.
RMG mengutus seorang missionaries sbb:
Ludwig I.
Nomensen: berdirinya gereja di Sumatera dan daerah-daerah lain tahun1830-1930
di pulau Sumatera agama Islam sudah tersebar, memulai dari Aceh sejak abad
ke-13. hanya dibagian utara di daerah suku Batak, Islam tidak mendapat tempat
bagi dirinya. VOC tidak berani menyerang kesultanan Aceh, namun diambilnya
beberapa pangkalan di Sumatera dibagian selatan seperti Padang dan Bengkulu.
Namun setelah tahun 1824 kekuasaan Belanda meluas terus di Sumatera.
Orang-orang
Batak memegang kuat pada agama nenek moyang. Kaum Parmalim yang dimulai pada
tahun 1870 bertujujan untuk melindungi adat, upacara keagamaan dan kepercayaan
tradisional terhadap Islam, Kristen, dan Kolonialisme. Tetapi orang-orang Batak
itu bukanlah orang-orang biadab. Dua raja yang terkenal beradab tinggi termasuk
raja Pontas Lumbantobing dan Si Singamangaraja XI dan XII. Namun terdapat
disana beberpa unsure keganasan. Satu desa kadang menyerang yang lain, atau
orang-orang asing diserang dan dibunuh karena masyarakat takut kena bencana
kalau menyambut seorang asing yang tidak memelihara adat. Kegiatan penginjilan
di tanah Batak pertama kali dimulai pada tahun 1824 oleh dua utusan baptis
berkebangsaan Inggris tetapi mereka ditolak, kemudian PI kedaerah ini di
usahakan lagi oleh dua utusan dari Amerika, tapi mereka mati syahid akibat
dibunuh oleh orang-orang Batak. Kegiatan penginjilan ketiga dilakukan oleh
seorang utusan dari misi Rheinnsche Missionsgeslellschatt (RMG) pada tahun 1857
misionaris tersebut berhasil sedikit membabtis dua orang Batak pada tahun 1861.
keberhasilan pelayanan di Tanah Batak diusahakan kembali melalui kehadiran
seorang misionaris dari RMG, yaitu L. I. Nomensen yang tiba di Tanah Batak tahu
1862. ia disambut secara baik oleh masyarakat Batak. Ia kedaerah Silindung, ia
berhasil menginjili dan memenangkan beberapa petobat. Tetapi ketika
petobat-petobat diserang dan dianiya oleh musuh maka mencari tempat
perlindungan di “Huta Damai” suatu desa Kristen. Dan setelah melayani selama 7
tahun tercatat 400 orang bertobat. Sepuluh tahun kemudian jumlah orang Batak
yang percaya kepada Yesus Kristus bertambah menjadi kira-kira 10 kali lipat.
Atas rasa gembiranya melihat perkembangan petobat-petobat baru, maka Nomensen
berkata: “Bilakah orang banyak itu berlutut di depan Raja kita Yesus? Dalam
bayangan tampak sudah olehku jemaat-jemaat Kristen, sekolah-sekolah dan
gedung-gedung gereja, dan orang-orang muda pergi ke gereja. Terdengar sudah
olehku lonceng-lonceng berbunyi untuk memanggil mereka kerumah Allah,….. selain
dari pada itu, tampak pula oleh pendete-pendeta dan guru-guru yang berasal dari
Sumatera berada di atas mimbar-mimbar untuk menunjukan kepada yang tua dan muda
jalan ke sorga”. (Muller Kruger, 1966:215/Culver, 1991:41).
Hasil pelayanan dari Nomensen
adalah HKBP yang merupakan salah satu gereja di Indonesia dengan anggota gereja
yang terbanyak.(Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
6.3. Badan Zending yang berasal
dari Amerika non Calvinis dan Lutheran (Gereja-gereja yang menganut Baptis
Selam dan penekanan pada Karunia Roh)
CAMA
adalah Gerakan Alliance (persekutuan) yang lahir di Amerika Serikat
pada tahun 1880-an. Gerakan ini merupkan hasil dari salah satu kebangunan
rohani yang terjadi di Amerika Timur Laut. Pendiri dari CAMA adalah A. B.
Simpson, mantan pendeta gereja Presbiterian di New York, yang keluar dari
jabatan pendeta gereja tersebut, karena ingin mengabdi untuk pelayanan kepada
kaum miskin dan kepada orang berdosa, selain itu karena ia tidak bisa lagi
menerima kebisaaan gereja Presbiterian membabtis anak-anak. Pada tahun 1897,
terjadilah penggabungan antara The International Missionary Alliance dan The
Christian Alliance, dengan nama “The Chirstian And Missionary Alliance (CAMA)”
yang berkedudukan/berpusat di New York, Amerika Serikat. Ajaran CAMA: Injil
rangkap empat, yaitu (1). Kristus menyelamatkan. (2). Menyucikan. (3).
Menyembuhkan. (4). Datang kembali sebagai Tuhan. Jadi CAMA mementingkan ajaran
tentang kedatangan kembali Yesus Kristus dan Kerajaan Seribu Tahun. Pemberian
perhatian akan dua hal yang dikemukakan terakhir menimbulkan dorongan untuk
mengabarkan Injil kepada orang-orang yang belum mendengarnya. Keyakinan para
tokoh-tokoh Alliance,yaitu PI kepada orang-orang yang belum mendengar Injil
mempercepat kedatangan Tuhan Yesus kedua kali, dan keyakinan ini mempengaruhi
metode PI. Organisasi induk di Amerika harus sederhana, sedangkan di
wilayah-wilayah PI tidak boleh mendirikan sarana-sarana (rumah gereja, gedung
sekolah, rumah-rumah sakit) yang serba mahal. Segala usaha diarahkan kepada PI
secara langsung kedaerah-daerah yang belum dijangkau oleh lembaga PI lain. Di
daerah-daerah tersebut harus didirikan gereja-gereja mirip jemaat PB. Salah
satu missionary dari CAMA yang terkenal di Indonesia adalah R. A. Jaffray.
Jaffray diutus
oleh CAMA untuk melayani di Tiangkok Selatan tahun 1897-1927. menjelang tahun
1928, Jaffray mendapat informasi dari pelaut-pelaut tentang ribuan orang
Tionghoa yang tinggal di perantauan di Asia Tenggara. Ia merasa terbeban untuk
menmginjili orang-orang Tionghoa di perantauan, maka pada tahun 1928 ia
mengadakan pelayaran ke kota-kota pelabuhan di Kalimantan Timur dan pantai
barat Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur. Dari beberapa tempat yang dilalui,
Jaffray sadar bahwa masih belum banyak orang yang belum mendengar Injil, untuk
itu ia mengusulkan kepada CAMA di Amerika untuk membuka lading pelayanan baru
di Indonesia, jawaban CAMA adalah tidak ada dana untuk membuka ladang baru,
Jaffray menyatakan bahwa ia akan melaksanakan pembukaan ladang baru tersebut
karena ia yakin Tuhan Menyertai. Ia mulai membentuk oraganisasi baru, yaitu
ChineseForeign Missionary Union (Lembaga PI untuk orang Tionghoa di perantauan)
yang bekerja sama dengan CAMA. Pada tahun 1930 Jaffray meninggalkan Tiongkok
dan memulai pelayanan PI di Makasar dan menjadikan kota Makasar sebagai pusat
misi Jaffray di Indonesia, dan juga menjangkau orang-orang didaerah lain
seperti Bali, Lombok, Sumbawa, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera
Selatan,dan pedalaman Iran (Papua). Di Makasar , didirikan gedung bernama
“Kemah Injil”, dengan gaya arsitektur pribumi. Selain itu Jaffray mendirikan
sekolah Alkitab di Makasar, yang sejak tahun 1958 dengan nama “Jaffray Bible
College” beberapa tahun kemudian berubah nama menjadi STT Jaffray (1966), dan
mendirikan badan penerbit “Kantor Kalam Hidup atau sekarang Toko Buku Kalam
Hidup”.
Medan pelayanan
CAMA di Kalimantan Timur dilayani oleh seorang misionari yang bernama George E.
Fisk, yang melayani sekaligus perintis di Kalimantan Timur pada tahun 1929,
dengan suku Dayak Kayan dan Dayak Kenyah di Kalimantan Timur bagian Utara.
Pelayanan
fisik di Irian: salah satu kenyataan yang harus dihadapi di Irian adalah
perjalanan di wilayah-wilayah atau derah-daerah di Irian memakan waktu dan
tenaga yang sangat besar. Maka Fisk mendatangkan pesawat dari Amerika Serikat
pada tahun 1939, dan merupkan masa pertama menggunakan pesawat dalam tugas PI
di Indonesia. Selanjutnya pesawat ini menjadi sarana PI yang penting di
pedalaman Iran. Daerah yang dijangkau oleh misi CAMA di Irian, yaitu sekitar
danau pantai (1938), Ballem/Wamena (1954).
Pada tahun
1951 jemaat-jemaat hasil pelayanan CAMA digabungkan menjadi tiga gereja daerah:
(1). Kemah Injil Gereja Masehi Indonesia Timur (KINGMIT). (2). Kemah Injil
Gereja Masehi Indonesia Kalimantan Timur (KINGMI Kaltim). (3). Kemah Injil
gereja Masehi Indonesia Kalimantan Barat (KINGMI Kalbar).
Pada tahun 1956 CAMA menghentikan
bantuan keuangan yang bisaanya diberikan kepada jemaat-jemaat suku Tionghoa
yang menjadi karya missionary CAMA di kota-kota pelabuhan. Jemaat-jemaat ini
kemudian bergabung dalam dua badan gereja, yaitu Gereja Kebangunan Kalam Allah
(GKKA), sedangkan anggota lian memilih nama Gereja Persekutuan Kristen (GPK).
Gereja-gereja
pelayanan hasil misi CAMA kemudian mengadakan konfrensi di Makasar tahun 1965,
hasilnya membentuk kesatuan gereja yang diberi nama “Kemah Injil Gereja Masehi
Indonesia” (KINGMI). Beberapa tahun kemudian melalui kongres di Makasar tahun
1983, gereja persekutuan dijadikan gereja kesatuan dengan nama “Gereja Kemah
Injil Indonesia” (GKII), yang berpusat di Jakarta.
Dengan kesatuan ini maka dikenal/
badan gereja wilayah, yaitu:
1.
GKII bagian Timur (KINGMIT), anggota 21.000 orang.
2.
GKII Kaltim, anggota 97.000 orang.
3.
GKII Kalbar,anggota 62.000 orang.
4.
GKII Toraja (KIBAID), anggota 40.000 orang.
5.
GKII Bahtera Injil Manado, anggota 7000 orang.
6.
GKII Irian Jaya (Papua), anggota 138.000 orang
7.
GKII Jawa-Sumatera, anggota 3000 orang.(Van Den End
Weitjens/jilid II, 2003:280-284)
Gereja Metodis
Denominisasi
gereja metodis lahir di Inggris pada abad ke-18 sebagai hasil gerakan
kebangunan rohani (Revival) yang dimulai oleh dua bersaudara , yaitu Jhon dan
Charles Wesley. Gerakan ini kebangunan rohani kemudian mulai berkembang ke
Amerika. Pada tahun 1784 penganut gerakan kebangunan rohani di Amerika mulai
memisahkan diri dari gerakan kebangunan rohani di Inggris, dan mendirikan
gereja tersendiri, yang dipimpin oleh uskup-uskup atau dikenal dengan system
pemerintahan gereja, yaitu system “Episkopal” (Episcopal Methodist Church)
(Ban. Van Den End dan Waitjens, 2003:207, juga Aritonang, 2005:145).
Oraganisasi
gereja aliran kebangunan rohani di Amerika kemudian membentuk “Board of
Missions and Church Extension of the Methodist Church = Dewan Pekabaran Injil
dan Perluasan Gereja-Gereja Metodis) pada tahun 1818. badan misi ini pada tahun
1855 mengutus misionaris untuk melayani di semenanjung Melayu dan Singapura,
kemudian ke Jawa, Sumatera tahun 1905 dan Kalimantan tahun 1905. dikemudian
hari oleh karena keterbatasan dana maka misi metodis hanya tebatas di pulau
Sumatera, yaitu dibagian timur Sumatera Utara, Medan kemudian ke daerah
Palembang.
Tenaga misi
metodis melayani orang Tionghoa yang tinggal di kota-kota dan orang Batak
perantauan. Hal ini disebabkan karena di Batak sudah misi RMG. Dan untuk
mencegah persaingan dengan RMG maka zending/ misionaris metodis berjanji bahwa
mereka tidak akan bekerja di kalangan orang Batak. Tetapi banyak orang Batak
Toba yang merantau ke daerah pantai dan minta diterima menjadi anggota jemaat
metodis (Van Den End, 2003:207-208). Namun hubungan antara metodis dengan RMG
tetap baik hak ini disebabkan oleh: (1). Metodis tidak mengusahakan perluasan
misi secara besar-besaran seperti RMG. (2). Bersikap hati-hati dalam menerima
anggota baru. Hubungan (kerja sama) yang baik antara metodis dan RMG diteruskan
oleh HKBP yang berdiri sendiri, antara lain dalam bidang pendidikan theologo
(Ibid. 208).dalam organisasi gereja metodis, maka zending metodis di Singapura
di bawah uskup yang berkedudukan di Singapura. Selanjutnya hasil misi metodis
di Indonesia di beri nam Gereja Metodis Indonesia (1964) dengan anggota gereja
pada waktu sebanyak 11.000 orang. Anggota gereja metodis pada tahun 1989
berjumlah 54.000 orang yang terdiri dari, suku Batak Toba (75%), suku Tionghoa
(12%), selanjutnya orang Karo, Simalungun, Nias, Jawa, dan daerah-daerah lain.(Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Gereja Pentakosta:
Gereja
Pentakosta sering disebut Pentekosta atau Pantekosta. Gereja ini menurut Jan
Aritonang, mengalami perkembangan yang “Paling spektakuler” pada abad ini.
Artinya gereja Pentakosta dalam waktu kurang dari setengah abad telah tersebar
ke seluruh dunia dan berhasil menghimpun jutaan anggota jemaat Pentakosta.
Sejarah
lahirnya gereja Pentakosta bisaanya dihubungkan dengan peristiwa “Luar bisaa”
yang terjadi di Topeka, negara bagian Kansas, Amerika Serikat pada awal januari
1901. pada tahun itu terjadi pencurahan Roh Kudus atau babtisan Roh, yang
ditandai dengan karunia berbahasa lidah (Glosolalia). Tokoh utama (yang nampak)
dari gerakan ini adalah Charles Fox Parham (1873-1929). Ia seorang pendeta
Episcopal Methodist Church namun meninggalkan Gereja Metodist karena menurutnya
ajaran dan praktek Gereja Metodis sudah kurang menekankan kesucian hidup dan
peranan Roh Kudus.
Selain itu ada
alasan lain, yaitu Parham telah mengadakan hubungan dengan kelompok Kristen
yang menekankan berbagai unsure yang lebih radikal dan mendalaminya, seperti
penyembuhan ilahi, babtisan dengan Roh dan Api. Selanjutnya kelompok ini
terkenal dengan penumpangan tangan keatas kepala orang untuk menerima Roh Kudus
(Aritonang, 2003:175).
Gereja Pentakosta pertama masuk
ke Indonesia pada tahun 1922 melalui dua orang Amerika keturnan/asal Belanda,
bernama C.E. Groesbeek dan D.R. Van Klaveren. Mereka berdua diutus oleh “Bethel
Temple” di Seattle, di Pantai Barat Amerika Serikat. Mereka sebelum ke Jawa
telah bekerja di Bali antara tahun 1921-1922 tetapi diusir oleh pemerintah
Belanda, namun sebelum mereka diusir, mereka telah bekerja dengan begitu baik
sehingga menarik hati beberapa tokoh yang kemudian meneruskan semangat gereja
Pantekosta ke berbagai wilayah di Indonesia, yaitu keseluruh Jawa
Timur,Sumatera Utara, Minahasa, Maluku, dan Irian. Salah satu pusat gerakan
pentakosta di Indonesia adalah Cepu, kemudian Surabaya. Kemudian gerakan ini
meluas ke Temanggung, Jawa Tengah, Cepu, Surabaya, dan Bandung, ke Sumatera. Di
Indonesia Gereja Pantekosta mempunyai banyak ragam oraganisasi Gereja
Pantekosta yang terbesar adalah Gereja Pantekosta Di Indonesia (GPDI). Dengan
berbgai ragam organisasi Gereja Pantekosta ini, maka pada tahun 1970 diusahakan
satu-kesatuan Gereja Pantekosta yang disebut “Dewan Panetkosta Indonesia”
(DPI), dan tahun 1998 berubah menjadi Persekutuan Gereja-Gereja Pantekosta
Indonesia (PGPI). Selain wadah ini, adapula yang masuk kedalam keanggotaan
DGI-PGI (Dewan Gereja Indonesia/Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia).
Denominisasi gereja pentakosta yang menjadi anggota PGI adalah: GIA, GBIS,
GPPS, GGP,GBI, GTDI. Selain itu ada juga yang bergantung dalam PII (Persekutuan
Injil Indonesia). (Aritonang, 2003:183-184 dan Van Den End dan Weitjens,
2003:271-272).
Hal menarik
dari sejarah Gereja Pantekosta yang dikemukakan oleh Rev. Nicky J. Sumual sbb:
Pada perayaan perpisahan tahun
1900, Pendeta Charles Fox Parham, sementara satu kelompok anak-anak muda dan 40
orang dalam ruangan tempat kebaktian dan sekitar 60 orang di luar bangunan
menunggu, saat-saat jam 12.00 malam akan dating sebagai tanda tahun 1900 akan
segera berlalu dan detik-detik pertama tahun 1901 muncul, tradisi yang sudah
melekat pada umat Kristen setempat di USA, terjadilah suatu ledakan hebat dalam
sejarah penggenapan rencana Allah bagi umat manusia khususnya dunia
Kristen. Nona Agnes Ozman minta kepada
Pendeta Parham agar beliau meletakkan tangan atasnya supaya menerima Roh Kudus
sesuai firman Tuhan. Setelah beberapa kali meminta, pendeta Parham menyetujuinya.
Ia meletakkan tangannya atas kepala nona Agnes dan berdoa beberapa kata
bersungguh-sungguh, dan … tiba-tiba nona
Agnes mulai berkata-kata dalam bahasa China, dan hal ini terjadi beberapa saat dan kemudian ia tidak dapat lagi berbicara
bahasa Inggris selama 3 hari. … Pengalaman Pentakosta dari nona Agnes
Ozman ini lalu menjalar terus dan
menyebabkan sepanjang bulan januari 1901 seluruh mahasiswa Bethel Bible College
terlibat dalam doa dengan penuh keyakinan bahwa Allah telah mencurahkan Roh
Suci kepada nona Ozman akan berbuat hal yang sama kepada mereka, dan benarlah
hal ini menjadi kenyataan. Dalam waktu singkat sebagian besar dari mahasiswa
dan pemuda/pemudi termasuk Pdt. Parham dapat bersaksi tentang pengalaman
baptisan (dipenuhi) Roh Suci, dan berkata-kata dengan lidah asing.
Dengan
perasaan aneh dan agung penuh kuasa ini banyak di antara mereka yang telah
menerima ledakan Roh Suci, tidak dapat menahan diri lagi setelah berserah
kepada suara Tuhan yang menyuruh mereka segera pergi memberitakan Injil dengan
kuasa Pantekosta ke seluruh dunia.
Dua warga
Amerika keturunan Belanda yaitu Groesbeek dan istrinya dan anak-anaknya serta van Klaveren serta istriyang
dipengaruhi oleh gerakan ini kemudian mendapat visi (penglihatan) yaitu bahwa
Tuhan menghendaki mereka untuk pergi ke Jawa. Kemudian mereka datang ke Pendeta
W.H.Offiler dan menceritakan visi tersebut. Mereka selanjutnya diutus ke
Indonesia atas biaya yang disiapkan oleh Pdt. W.H.Offiler. Biaya pengutusan itu
hanya terjadi melalui mujizat Tuhan. Seorang ibu yang disembuhkan Tuhan dari
penyakit tumor mempersembahkan uang 500 dollar USA. Selanjutnya kedua keluarga
keturunan Belanda ini berangkat ke Indonesia dengan menumpang Kapal Suwa Maru
berbendera Jepang yang hendak menuju ke pelabuhan Internasional yaitu pelabuhan
Batavia (Jakarta). Berangkat dari Amerika
pada tanggal 4 Januari 1921 dan tiba di Jakarta awal Maret tahun 1921
dan melanjutkan perjalanan ke Jawa dengan kereta api Batavia Mojokerto,
Surabaya dan Banyuwangi. Kemudian menumpang kapal babi (varkens boat) menuju ke
Denpasar Bali pada pertengahan bulan Maret 1921.
Di Denpasar
mereka mencari rumah yang layak untuk disewa tapi sulit mendapatkan, akhirnya
mereka mendapatkan tempat tinggal di sebuah Gudang Kopra. Gudang itu berlantai
batu merah dan beratap lalang yang bocor sebab sudah tua. Kedua keluarga ini
kemudian memperpaikinya dan dibuat beberapa kamar tidur dan dapur serta ruang
makan yang sederhana. Setelah berdoa kedua penginjil berkebangsaan Amerika
kelahiran Belanda ini sebelumnya adalah perwira-perwira dari Bala Keselamatan.
Mereka berhasil mendapatkan seorang laki-laki untuk dipekerjakan sebagai orang
upahan, pembantu rumah tangga (Jongos) orang Putra asli Bali yang mengerti
sedikit Bahasa Belanda. Mereka bersama seorang pemuda Bali menterjemahkan Injil
Lukas kedalam bahasa Bali. Terjemahan ini kemudian dipakai oleh kedua penginjil
ini dengan dibantu oleh seorang penterjemah bahasa Bali. Pokok pemberitaan
adalam cerita tentang Yesus yang berkuasa member kesembuhan kepada orang sakit,
berkuasa memberi keselamatan kekal kepada mereka yang ingin menjadi murid
Yesus. Kotbah ini disampaikan dalam bahasa Belanda dan diterjemahkan dalam
bahasa Bali oleh orang Bali yang menjadi pelayan rumah tangga. Berbagai mujizat
terjadi dan orang-orang Bali tertarik menjadi Kristen. Hanya dalam beberapa
bulan saja berita Injil sepenuh dari kedua penginjil sudah tersebar di kota
Denpasar dan sekitarnya. Malahan sudah terkenal dan orang-orang segala lapisan
dating dan ingin bertemu dan membawa saudara-saudara mereka yang sakit untuk di
doakan.
Pada waktu itu
oleh pemerintah Belanda pulau Bali telah ditetapkan sebagai kota pelancong
(kota wisata manca negara), dilarang penginjil-penginjil memasukinya. Oleh
pemerintah Hindia Belanda giat menarik para pelancong Internasional orang
Amerika, Prancis, Jepang, Jerman dll agar pemasukan keuangan dollar US,
Pondsterling, Marks, Yen dan lain-lain Valuta asing sebanyak mungkin. Jadi
pulau Bali dinyatakan sebagai tertutup bagi Injil, apalagi Injil sepenuh yang
dianggap berbahaya. Tahun 1922 kedua penginjil ini atas perintah Belanda harus
meninggalkan Bali dan pindah ke Surabaya. Di Surabaya mereka melayani dengan
cara kerjasama dengan Bond Van Evangelisasi (BVE). Kelompok ini tingkat
kerohaniannya lebih maju dari pada orang-orang Kristen lainnya. Pada saat itu
Moeke Wynen adalah salah satu anggota dari Bond Van Evangelisasi. Ialah yang
memperkenalkan kedua penginjil ini dalam organisasi BVE. Kedua penginjil ini
disambut baik oleh tokoh-tokoh Bond Van Evangelisasi yang pada saat itu
berpusat di Bandung. Kedua penginjil ini mendapat kesempatan pelayanan mimbar
dan berkhotbah tentang Tuhan Yesus Pelepas; Tuhan Yesus Dokter atas segala
dokter; Tuhan Yesus Pembaptis dengan Roh Kudus; Tuhan Yesus Maha Raja yang akan
datang.
Pada suatu
hari Pendeta Groesbeek sedang berjalan-jalan di kota Surabaya berdoa supaya
Tuhan menunjukkan jalan kepadanya untuk melayani Penginjilan sendiri. Sambil
berjalan langkah-langkahnya dihentar Tuhan menuju ke suatu rumah besar. Di situ
duduk seorang wanita lanjut usia di serambi depan. Roh Allah menyuruh pendeta Groesbeek masuk
dan berbicara dengan dia. Saya melihat nyonya sakit: maukah nyonya disembuhkan
Tuhan? Jawab wanita itu: Ya saya mau. Kemudian pendeta menyambung dengan maukah
nyonya mengundang beberapa orang kawan nyonya mala mini, supaya saya
menceritakan bagaimana Allah dapat sanggup menyembuhkan orang-orang sakit.
Wanita itu setuju. Pada malam hari berkumpullah beberapa orang di rumah sang
nyona, kemudian pendeta Groesbeek dating bersama istri dan mengadakan pelayanan
di sana. Mereka mulai dengan doa dan nyanyian-nyanyian memuji Tuhan dalam
bahasa Belanda kemudian menyampaikan firman Allah, Injil yang heran dan
berkuasa itu.Setelah selesai firman, sang pendeta mengambil minyak dan
mendoakan nyonya ini sambil mengurapinya dengan minyak urapan sesuai Yakubus
5:14-15 dan dalam nama Jesus, mengusir kuasa Setan penyakit dari tubuh nyonya
itu. Nyaonya itu sembuh seketika. Semua yang hadir menyaksikannya dan merasa
girang sambil memuji Tuhan atas kuasa-Nya.
Beberapa hari
kemudian, nyonya ini mengajak Groesbeek untuk ke Cepu, kota minyak untuk
bertemu dengan anaknya bernama George Van Gessel yang bekerja di BPM (Perusahan
Minyak Belanda). Di sana diadakan pelayanan, kemudian pada tanggal 3 Januari
1923 S.I.P. Lumoindong masuk kebaktian yang pertama di Cepu yang diadakan di
kamar makan keluarga G.Van Gessel, hadir 10 orang. Semua dalam kebaktian itu
serba aneh buat saya, seperti ucapan Halleluayah dari pihak pendengar sementara
ada khotbah dan doa atau sementara menyanyi[1].
Singkatnya pelayanan berkembang di Cepu dan kemudian tersebar ke Bandung,
Manado dan tempat-tempat lain. (Van Den End Ragi Carita II,:11-20)
Gereja Adventis
Pendirinya
(yang nampak) adalah William Miller (1782-1849). Ia warga Amerika serikat.
Seorang penginjil dari Gereja Babtis yang ketika khotbahnya dari Yesaya 53
kepada jemaat maka saat yang bersamaan itu ia mengalami perubahan/ pertobatan.
Kemudian ia mulai berusaha menafsirkan nubuat-nubuatan dalam Alkitab, khususnya
kitanb Daniel dan Wahyu. Dalam perkembangan selanjutnya kelompok ini menjadikan
hari sabtu sebagai hari ibadah atau dikenal dengan nama Gereja Adven Hari
ketujuh. Gereja Adven masuk ke Indonesia pada tahun 1900 oleh seorang pendeta Methodist Amerika bernama
R.W. Munson. Ia masuk gereja karena disembuhkan dari penyakitnya pada waktu
dirawat di rumah sakit Adventis di Amerika Serikat. Dan atas permintaanya maka
ia menjadi utusan Adventis di Asia Tenggara pada tahun1900 ia menetap di
Padang. Dari sana Adventis dibawah ke Sumatera Utara (Tanah Batak) oleh Immanuel
Siregar. Munson sendiri pindah ke Sumatera Utara pada tahun 1904 dan membuka
pelayanan di kota Medan. Kepindahan Munson ini disebabkan karena ia mengalami
perlawanan yang sangat serius di Padang dari pihak-pihak non Kristen. Sementara
Gereja Adventis di Jawa (Surabaya) diusahakan oleh Sister Petra Tunheim tahun
1906 misi dari Australia. Gereja Adventis juga meletus ke Jakarta, Jawa Barat,
Minahasa, Maluku, Tapanuli, Lampung,dan Kalimantan (Van Den End, 2003:294).
Tahun1995 jumlah anggota dewasa Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia,
yaitu 110.000 orang, dalam 900 lebih jemaat. (Van Den End, 2003: 294-295).
Gereja Bala Keselamtan
Didirikan tahun 1878 di London
oleh William Booth (1829-1912). Ia adalah pendeta Gereja Methodist di Inggris
namun karena gereja menganggap William terlalu sibuk mengadakan kampanye PI dan
terlalu banyak berurusan dengan para gelandangan, pemabuk, pelacur, dll, maka
pada tahun 1862 ia keluar dari kependetaan dan keanggotaan Gereja Methodist.
Dan mendirikan sebuah lembaga PI yang melakukan kampanye PI dalam kemah yang
berpindah-pindah. Pada tahun 1878 organisasinya diubah menjadi “The Salvation
Army” (Bala Keselamatan, BK) yang disusun menurut pola militer. Booth menjadi
“Jenderal”, pekerja lainnya disebut “Kolonel”. Gereja ini masuk ke Indonesia
melalui cabangnya di Belanda pada tahun 1894, dua perwira Gereja Bala
Keselamatan diutus ke Jawa dan mereka menetap di Puworejo kemudian pindah ke
Semarang dan disana dibuka pusat latihan untuk mendidik perwira-perwira bangsa
Indonesia, kemudian tahun 1950 di Jakarta. Sejak tahun 1984 anggota Gereja Bala
Keselamatan berjumlah 60.000, dengan 3.500 lebih perwira (opsir, tenaga staf)
(Van Den End 2003:290-291).
Tugas Mahasiswa:
Mendiskusikan relasi
definisi Sejarah Gereja adalah sejarah tafsir Alkitab dengan berbagai
denominasi yang ada di dunia khususnya Indonesia.
Zending Abad XIX - XX
Reviewed by Yonas Muanley
on
9:05 PM
Rating:
No comments: