recent posts

Misi Gereja Katolik di Indonesia Abad 15 - 18

MISI GEREJA KATOLIK DI INDONESIA ABAD 15 – 18

Kompetensi Dasar (Tujuan khusus)

Setelah membahas misi Gereja Katolik di Indonesia pada abad 15-18 maka mahasiswa Teologi dan PAK mampu menjelaskan misi Gereja Katolik di Indonesia pada abad 15-18 dengan indicator:

Ø Menjelaskan struktur perkembangan Gereja Katolik
Ø Menilai metode Misi Gereja Katolik
Ø Menjelaskan tokoh-tokoh misi Gereja Katolik
Ø Mengidentifikasi wujud umat Katolik di Indonesia

Materi Pembahasan:

4.1. Struktur Perkembangan Gereja Katolik

Gereja Katolik dengan pemimpin tertinggi yaitu Paus yang berkedudukan di Roma, hanya dapat berkembang ke luar Eropa seperti ke Afrika, Amerika dan Asia dengan struktur sbb:

Ø Hirarki

Gereja Katolik pada abad pertengahan bersifat hirarkis. Sistem hirarki ( pemerintahan imam). Dengan system ini, kaum awan tidak mempunyai hak suara dalam Gereja, kaum awam itu berada dibawah imam. Para imam berada dibawah Uskup. Para uskup berada dibawah Paus ( kepala Gereja Katolik/pemimpin tertinggi Gereja Katolik). Melalui system hierarkis, Gereja Katolik memiliki sistem organisasi gereja yang sangat rapih. Kerapian organisasi ini menolong Gereja Katolik untuk mengatur usaha misi Gereja Katolik yang amat luas , yaitu di seluruh dunia. Dan Mengatur keseragaman penggembalaan, pemuridan,dan tata ibadah ( bh. Ibadahpun serangam,bh. Latin) (Th. Van den End. 1999: 22) .
Dalam system hirarki menolong gereja Katolik berkembang ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia.

Ø Sistem Padroado (Negara harus melayani Gereja) abad 15-17 di Nusantara

Pada abad pertengahan seluruh bidang kehidupan diatur oleh Agama (Gereja Katolik). Hubungan antara gereja dan Negara adalah Negara berada di bawah gereja. Tugas Negara ialah melayani gereja, melindungi iman Kristen dari serangan musuh-musuhnya dan mendukung penyiarannya ke luar[2]. Konsep pemahaman seperti itu pada akhirnya mempengaruhi Gereja Katolik di berbagai tempat, khususnya pada wilayah yang dikuasai/dijajah Portugis dan Spanyol.

Misi Gereja Katolik dari Eropa ke Indonesia datang bersamaan dengan tindakan kekuasaan bangsa Portugis di Indonesia. Bangsa ini selain memperluas kekuasaan Politik, dan Ekonomi di Indonesia, mereka ( bangsa Portugis) juga merasa bertanggung jawab atas penyiaran agama Kristen ( Van den End, 2005:28). Terlebih Paus pada waktu itu mendorong setiap Raja Portugis agar mewartakan Iman Kristen Katolik didaerah kekuasaannya di seberang laut atau daerah jajahan Portugis. Raja-raja Portugis diberi hak “Padroado” (bahasa Portugis). Padrao = tuan, majikan, raja sebagai majikan, pelindung gereja di wilayahnya). Dalam hak Padroado raja bertanggung jawab dalam perluasan misi Katolik di daerah jajahan, dalam arti Raja Portugis diberi hak untuk mengurus sendiri segala sesuatu yang menyangkut dengan Gereja dan Misi di daerah jajahan. Raja Portugis boleh memilih dan mengangkat Uskup di daerah jajahannya dan berhak mengirim misionaris ke daerah jajahan (Van den End, 2005:29)

Dengan kata lain, wewenang yang diberi oleh Uskup Roma (Paus) kepada raja Spanyol dan Portugal untuk mengusai wilayah baru itu disebut “Hak Padroado”, dalam hak padroado itu raja Spanyol dan Portugal diberi kewajiban untuk:
1) menyebarluaskan agama Kristen.
2) Menanggung para misionaris baik secara material maupun finansial.
3) menunjuk calon uskup yang akan diangkat oleh Paus.
4) merawat serta memperbaiki gedung gereja, kapela, biara, dan tempat gerejani lainnya. 5) menyediakan segala keperluan lembaga gereja serta segala kebutuhan untuk kebaktian. 6) memberi nafkah kepada semua petugas gerejani baik rohaniawan maupun awam.
7) membangun gedung gereja yang baru seperlunya.

8) mengangkat rohaniawan secukupnya guna melaksanakan segala tugas pelayanan yang suci.
Pembiayaan yang disyaratkan dalam padroado sangat membutuhkan modal yang besar, untuk itu maka pemerintah Portugal/Spanyol harus mengusahakan berbagai sumber penghasilan seperti penjualan rempah-rempah serta barang lain, perdagangan budak-budak dan pajak persepuluhan dari hasil penghasilan warga masyarakat yang harus diserahkan kepada Negara (G. Van Schie. 1994:38-39).
Dari paparan diatas, kita melihat misi Gereja datang bersamaan dengan kepentingan politik – ekonomi, Oleh karena itu sering Agama Kristen dicap sebagai agama penjajah. Hal ini kadang ditemui dalam interaksi penginjilan kepada orang-orang tua non Kristen yang mengalami penjajahan, mereka biasanya menyatakan Agama Kristen adalah agama penjajah. Di sini dapat kita tegaskan bahwa salah satu manfaat dari belajar Sejarah Gereja Indonesia adalah kita mampu memberi jawab kepada mereka yang mencap agama Kristen sebagai agama penjajah yakni bahwa agama Kristen bukan agama penjajah. Misi Politik dan misi Kristen harus dibedakan. Hanya perlu kita tahu bahwa misi Kristen datang bersamaan dengan kepentingan politik dan ekonomi dua bangsa yang pernah menjajah Indonesia (Th. Van den End. 2005: 23)
Di atas sudah kita tegaskan bahwa dalam hak “padroado”, Pemerintah Portugis mendapat kewenangan untuk mendukung dan melindungi Gereja. Dalam system padroado. kaisar adalah majikan Gereja atau pelindung Gereja. Segala kebutuhan Gereja dibiayai oleh Negara/Kaisar Portugis, atau tugas Negara (Portugis) adalah melayani Gereja, melindungi iman Kristen dari serangan musuh-musuhnya dan mendukung pemberitaan atau penyiaran keluar (Van den End, 2005:23)

Misi Gereja Katolik di Maluku Tahun 1540 dalam konteks Padroado

Orang-orang Portugis setelah menguasai Malaka, pusat perdagangan di Asia Tenggara pada waktu itu, dan melanjutkan penaklukkan daerah penghasil rempah-rempah yaitu di Maluku. Sultan Ternate menerima kedatangan bangsa Portugis dan mengizinkan bangsa Portugis membangun benteng di Ternate. Selanjutnya pulau Ternate menjadi pangkalan tentara dan saudagar-saudagar Portugis di Indonesia Timur. Selain itu Ternate juga menjadi pusat misi Gereja Katolik untuk Indonesia Timur (Van den End, 2005:36).

Di benteng Portugis di Ternate, pemerintah Portugis mengirim satu atau beberapa imam untuk mengadakan pemeliharaan rohani bagi tentara-tentara Portugis dan pedagang-pedagang Portugis yang tinggal di benteng tsb. Para imam itu nampaknya tidak mengadakan penyiaran iman Kristen kepada orang-orang non Portugis sebagai tugas utama mereka, orang-orang bukan Portugis seperti di Halmahera tertarik masuk Kristen karena kesaksian kaum awam. Mereka yang tertarik menjadi Kristen di Halmahera menjadi awal mulainya Gereja di Halmahera.
Di kampung-kampung lain, agama Islam sudah terasa kuat, kecuali di Mamuya penduduk masih menganut agama nenek moyang. Pada suatu saat datanglah seorang pedagang Portugis untuk berdagang di Mamuya. Ketika orang-orang Mamuya datang kepada pedagang Portugis, memohon bantuan karena sering diganggu oleh orang-orang di kampung-kampung di sekitarnya. Pedagang Portugis memperkenalkan kepada kepala kampung Mamuya untuk meminta perlindungan kepada orang-orang/tentara Portugis di Ternate. Kepala kampung Mamuya mengirim utusan ke Mamuya untuk mengadakan hubungan dengan Portugis. Setibanya di Ternate utusan-utusan dari kampung Mamuya itu di bawa kepada seorang imam Portugis di benteng Ternate. Imam itu memberi pelajaran Agama Kristen kepada mereka lalu mereka di baptis, setelah itu mereka pulang ke Mamuya (Van den End, 2005:38-39).

Ketika kepala kampung itu menerima laporan dari utusan-utusannya maka iapun sangat bergembira dan berencana ke Ternate. Ia dijemput oleh Panglima Portugis dan berangkat ke Ternate. Setelah tiba di benteng Portugis di Ternate, kepala kampung tersebut diberi pelajaran iman Kristen dan setelah itu dibaptis. Ia diberi gelar bangsawan Portugis yaitu: Don Joao (diucapkan: Yoang). Ketika kembali ke kampungnya, ia disertai oleh seorang imam Katolik yaitu Simon Vaz. Dengan kesediaan orang Mamuya untuk menerima baptisan maka Don Joao bersama isi kampungnya dimasukkan dalam masyarakat Kristen Portugis (Van den End, 2005: 38-39)

Kadang orang-orang di Halmahera menjadi Kristen karena melihat kepribadian orang Kristen, seperti Antonio Galvao (1536-1540). Ia adalah panglima Portugis yang ditugaskan di Ternate. Galvao memiliki kepribadian yang mempesona orang-orang non Kristen. Ia adalah seorang yang bijaksana dalam memimpin pemerintahan di Ternate. Pada zaman Antonio Galvao misi mendapat peluang. Bahkan beberapa tokok masyarakat Ternate masuk Kristen dengan kemauan sendiri tanpa paksaan kekuasan Potugal di Ternate, tetapi tertarik dengan kepribadian Antonio Galvao. Bahkan di Sulawesi Selatan meminta supaya dikirim beberapa imam kesana. Jadi pada masa kepemimpinan panglima Portugis yaitu Antonio Galvao di Ternate Kekristenan dan misinya disambut secara baik ( Van den End ,2005:41).
Akan tetapi Galvao diganti dengan panglima yang lain maka usaha misi tidak diperhatikan secara baik karena baik panglima yang mengantikan Antonio dan penganti pastor terlalu sibuk dengan urusan dagang maka pekerjaan misi di Maluku Utara menjadi merosot.



Ø Ordo-ordo kebiaraan: gudang misionaris

Pada Gereja Abad pertengahan, pertarakan dipandang sebagai bentuk kehidupan Kristen yang paling tinggi. Orang-orang yang menuntut kehidupan yang demikian berkumpul membentuk ordo-ordo, misalnya ordo Fransiskan, ordo Dominikan, ordo Serikat Yesus. Mereka itu tidak terikat oleh harta-benda atau keluarga dan sering mereka adalah orang-orang Kristen yang bersemangat. Oleh karena itu anggota-anggota ordo cocok sekali untuk dipakai sebagai tenaga misionaris. Dari ordo-ordo inilah berasal hampir semua misionaris di Indonesia dan dunia (Th. Van den End. 2005: 23).

Prajurit Paus

Setelah terjadinya Reformasi Gereja oleh Marthin Luther, Gereja Katolik berusaha untuk membendung ajaran reformasi untuk tidak meluas ke wilayah lain di luar Eropa. Salah satu ordo yang memohon kepada Paus untuk memperbaharui Gereja Katolik dari dalam dan membendung ajaran reformasi adalah ordo Serikat Jesus. Ordo ini mempunyai beberapa misonaris yang terkenal. Melalui pelayanan mereka, berkembanglah Gereja Katolik di beberapa wilayah Asia, seperti India, Indonesia, Jepang dll.

Jadi, salah satu struktur perkembangan gereja Katolik Roma adalah semangat dari anggota ordo Serikat Jesus.
Khususnya di Indonesia, masuklah semangat ordo serikat Jesus pada tahun 1540-an di Maluku. Suasana misi di Maluku mengalami perubahan. Masuklah suatu unsure baru, yaitu pater-pater Serikat Jesus (orang-orang Yesuit), yang membawa serta suasana kontra Reformasi dari Eropa. Kontra Reformasi adalah suatu pembaharuan dalam tubuh Gereja Katolik Roma, yang berlangsung sejak tahun 1540. Gerakan ini ditimbulkan oleh pemberontakan Protestan terhadap kuasa Roma. Selain itu juga mereka melawan konsep Gereja yang telah dimulai sejak zaman Konstantinus Agung, dan yang juga terdapat dalam ideology Negara Spanyol dan Portugal, yaitu Gereja adalah alat Negara untuk bidang kerohanian. Kontra Reformasi menegaskan bahwa gereja bukan suatu lembaga Negara, tetapi gereja mempunyai metode-metode dan tujuan tersendiri. Berkat gerakan Kontra Reformasi ini muncullah suatu angkatan misionaris yang bersemangat untuk mengembangkan Gereja Katolik. Mereka tidak terikat dengan Negara Portugal atau Spanyol, tetapi kepada Gereja, Paus dan Kristus. Bagi mereka perluasan Gereja Katolik wajib dilaksanakan terlepas dari pertanyaan apakah hal itu adalah menguntungkan bagi perluasan wilayah pengaruh negaranya. Oleh karena itu maka para misionaris ordo Serikat Yesus bekerja juga/melayani di luar lingkungan pengaruh Negara-negara Kristen. Demikian Xaverius, setelah meninggalkan Maluku, pergi ke Jepang dan Tiongkok, de Nobili menetap di India. Bila mereka bekerja dalam daerah jajahan maka mereka bersifat lebih kritis terhadap tingkah laku orang Eropa dari pada tingkah laku imam-imam Negara. Kritik juga ditujukan kepada penguasa yang resmi. Xaverius pernah mengajak para imam lainnya untuk selalu membela hak-hak orang-orang pribumi dan untuk sekali-kali tidak memfitnah mereka di hadapan orang-orang Portugis.

Misi Katolik di Indonesia selain diusahakan melalui Sistem Padroado seperti disebutkan diatas, misi Katolik di Indonesia juga diupayakan melalui misionaris-misionaris dari ordo Serikat Jesus. Misionaris yang dididik dalam ordo Serikat Jesus pada waktu itu sering disebut dengan pejuang-pejuang Paus/prajurit-prajurit Paus. Mereka berada dibawah pengaturan secara langsung oleh Paus di Roma.
Misionaris yang terkenal dari ordo ini adalah : (1) Fransicus Xaverius (orang Spanyol). Ia adalah misionaris Katolik yang paling terkenal diantara para Jesuit. Ia melayani dengan cara tidak menetap disalah satu daerah pelayanan tetapi dengan cara berkeliling didaerah-daerah diberbagai penjuru bumi untuk memberitakan Injil Yesus Kristus. Kepribadian Fransiscus sangat mempesona dan semangatnya tidak pudar. Ia juga memiliki karunia untuk menyembuhkan orang-orang yang sakit.
Dalam pelayanan, Xaverius memaki metode-metode sebagai berikut:

Di Ternate. Setiap hari dua kali satu jam menyelenggarakan Palajaran Agama Kristen. Rumusan-rumusan seperti Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa kami, Salam Maria, 10 Hukum dikaji didepan orang yang telah berkumpul. Jika pendengar adalah orang Indonesia maka ia memakai terjemahan rumusan-rumusan pokok-pokok iman tersebut diatas dalam bahasa Melayu yang telah disiapkan di Malaka. Selain itu juga menyusun semacam Katekismus dalam bentuk syair yang mengandung penjelasan mengenai Pengakuan Iman Rasuli. Ia juga berkumpul dengan orang-orang Islam di Ternate, bahka bergaul dengan Sultan Hairun yang muda yang kemudian hari menjadi musuh yang dasyat bagi orang Portugis.

Di Ambon. Xaverius tiba di Ambon 1547, ketika di Ambon Xaverius memakai metode pelayanan yang bisaa dipakainya ditambah dengan memakai penterjemah atau juru bahasa, yaitu ketika ia mengadakan pelayanan di Ambon bisaanya ia berangkat bersama seorang anak laki-laki yang membawa salib didepannya dan sekaligus menjadi juru bahasanya (bahasa Ambon), serta rombongan anak-anak sebagai pengantar, Xaverius mengunjungi orang dari rumah kerumah dan menanyakan: “Adakah kiranya anak kecil yang belum dibaptis? Adakah kiranya ada orang sakit yang mau didoakan? Adakah kiranya yang akan meninggal yang perlu dihiburkan dan dipermandikan dengan percikan air suci kalau mengaku percaya?”. Metode lain lagi ialah Xaverius melatih para katekit pribumi yang dikemudian hari menjadi tulang punggung Gereja. Namun metode misi ini tidak diteruskan oleh misi yang lain. (Van den End , 2005: 49,60).

Di Ambon dan Ternate sebelum Xaverius datang, sudah ada orang-orang Kristen. Pada saat Fransiscus melayani di Ambon dan Ternate, ia berhasil membaptis cukup banyak orang tetapi di daerah - daerah dimana Injil belum diberitakan diantara kaum-kaum yang menganut agama suku (Lei Timor,Seram, Saparua dan Nusa Laut) hasilnya tidak seberapa. Sehingga ketika Xaverius hendak meninggalkan Nusa laut, ia hanya membaptis satu orang saja, kemudian ia membuka sepatunya dan mengebaskan debu dari padanya ( John Culver,1991:15).
4.2. Metode Misi Gereja Katolik
Misi Gereja Katolik dapat dibahas dalam dua pendekatan, yaitu metode misi pada zaman kekuasaan Portugis di daerah jajahan, dan metode misi setelah terbentuknya Kontra Reformasi.
Metode Misi dalam Sistem Padroado.
Kelebihan
Injil berkembang lebih cepat (vebi)
Tersedia dana
Keleluasaan dalam PI (januari)
Masyarakat didukung oleh pemerintah utk terima injil
Mendirikan bangunan gereja dan mudah mendapat izin-bangunan
Pemerintah (Portugis) adalah perpanjangan tangan kerajaan Allah (tempat ibadah orang-orang yang terlibat dalamKA).

Metode Padroado (dukungan pemerintah)
Raja Portugal dan Spanyol telah disuruh Paus agar menjalankan penyiaran agama Kristen di wilayah jajahan dengan memberi hak “Padroado” (Th. Van den End. 1999:206). Dalam hak Padroado, Raja mendapat mandate dari Paus untuk mendukung penyiaran agama Kristen. Sistem dukungan Pemerintah (Padroado) Zakaria J. Ngelow. 1996:12). Dalam jajahan Portugis berlaku sampai abad ke-20 (Th. Van den End., 206) melalui pemerintahan Portugis di daerah jajahan.Metode ini dipakai di Nusantara, ketika Portugis berkuasa di Nusantara. Gereja dalam misinya mendapat dukungan dari pemerintah Portugis. Misionaris yang bekerja dalam pengaruh kekuasaan Politik Portugis biasanya mendapat dukungan dari Negara. Orang-orang pribumi sering masuk Kristen dan dibina oleh misionaris karena ingin dilindungi oleh Portugis. Para imam yang melakukan pengkristenan selalu dalam kepentingan politik Portugis. Oleh karena itu maka sering ada pula yang bermisi melalui dagang. Lihat orang eropa yang berdagang di Mamuya. Dalam system Padroado, Negara mengangkat dan mengutus kaum rohaniawan di daerah jajahan, termasuk tenaga pekabar Injil, dan membiayai mereka. Di setiap kapal ada imam-imam, yang memelihara kerohanian awak kapal dan yang , setelah mendarat, berdoa kepada Tuhan mohon berkat atas perdagangan maupun pekabaran Injil.

Th. Van den End memberi informasi ttg beberapa metode misi Gereja Katolik di Nusantara:

Di Mamuya:

Misi melalui Perdagangan (Berdagang sambil bermisi):
Seorang saudagar memperkenalkan agamanya kepada orang-orang setempat. Metode ini sama dengan metode dagwah Islam.
Tahun 1533/4 datanglah seorang asing menetap di Mamuya dengan maksud berdagang. Ketika orang mamuya membawa keluhan-keluhan kepadanya, saudagar itu bersikap simpatik. Ia member nasehat, agar orang Mamuya mencari perlindungan pada orang-orang Portugis di Ternate. Dan supaya perlindungan itu se-efektif mungkin, maka sebaiknya orang-orang Mamuya menerima pula agama orang-orang Portugis, yaitu agama Kristen. Dengan demikian tanah dan jiwa mereka selamat. Saudagar itu masih menambahkan keterangan mengenai kuasa raja Portugal yang jaya itu, mengenai kepala orang-orang Kristen di Roma, dan mengenai pokok-pokok utama agama itu. Nasehat saudagar ini berhasil, kepala kampong Mamuya tertarik dan mengirim utusan ke Ternate untuk mengadakan hubungan dengan panglima Portugis di Ternate dan memohon bantuannya terhadap tetangga yang menyusahkan mereka. Utusan-utusan itu mengungkapkan keinginan orang-orang Mamuya untuk masuk Kristen. Utusan-utusan itu ketika tiba di Ternate dibawa kepada seorang imam yang adalah pendeta orang-orang Portugis di Ternate. Mereka diberi pengajaran agama Kristen selama beberapa hari, kemudian mereka dibaptis. Setelah itu kembali ke Mamuya.(van den End, 1999:38-39)
Menjangkau orang berpengaruh

Ketika kolano Mamuya menerima laporan utusan-utusannya, ia sangat gembira. Segera ia berangkat ke Ternate. Panglima Portugis sendiri datang menjemput dia dan ia disambut dengan sangat meriah. Ia pun selama beberapa hari mendapat pelajaran agama lalu dibaptis dan diberi nama bangsawan Portugis, yaitu Don Joao.
Pembinaan dalam waktu singkat.
Baik utusan-utusan dari kepala kampong Mamuya dan kepala kampong Mamuya yang menjadi Kristen hanya mendapat pelajaran Agama dalam waktu yang singkat. Pembinaan dalam waktu yang panjang belum dilaksanakan.
Orang-orang Mamuya ingin masuk Kristen (Katolik) karena perlindungan keamanan oleh Portugis

Para calon dibina dengan Pelajaran Agama selama beberapa hari kemudian dibaptis.
Melalui orang berpengaruh (kepala kampong Mamuya), diberi nama/gelar bangsawan Portugis (Don Joao)
Pelajaran Singkat untuk calon Kristen dan bukan pelajaran agama yang panjang
Dalam benteng Portugis di Ternate, pasti hadir satu atau lebih imam untuk mengasuh tentara dan pedagang-pedagang Portugis yang tinggal di benteng. Para imam tidak memandang penyiaran agama Kristen kepada orang-orang bukan Portugis sebagai tugas mereka yang utama. Sebab orang-orang pertama yang masuk Kristen ditarik oleh seorang awam. Hal ini terjadi di pulau Halmahera.

PI oleh orang awam: Pada tahun 1533/4 datang seorang asing menetap di daerah Mamuya dengan maksud hendak berdagang. Orang ini kemudian member nasehat kepada orang-orang Mamuya agar mencari perlindungan pada orang-orang Portugis di Ternate. Akibat dari perlindungan ini maka orang Mamuya masuk Kristen. Saudagar itu masih menambahkan keterangan mengenai kuasa raja Portugal yang jaya itu, mengenai kepala orang-orang Kristen di Roma, dan mengenai pokok-pokok utama ajaran Gereja Katolik (Van den End, 1999: 39). Jadi, metode misi yang dapat kita rumuskan pada bagian ini adalah: Seorang saudagar memperkenalkan agamanya kepada orang-orang setempat, dan kekuasaan politik merupakan factor yang mendorong orang untuk menerima agama Kristen Katolik (van den End, 1999:41).
Va den End menyimpulkan metode misi Katolik di Nusantara pada zaman Portugis yaitu Gereja dan PI dikelola oleh Negara jajahan, sehingga memakai cara-cara Negara: penggunaan kekuasaan, sikap paternalistis, didahulukannya kepentingan-kepentingan politis dan ekonomis. Selain itu ada pula yang mempunyai cita-cita lain dan memakai metode-metode lain, tetapi mereka tidak berhasil mengubah pola yang lazim.

Metode Misi Kontra Reformasi
Sekitar tahun 1550, semangat kontra reformasi mulai terasa dalam metode yang dipakai oleh misi. Sekarang yang menjadi penggerak misi bukan hanya Negara Spanyol dan Portugal (system Padroado) melainkan juga ordo-ordo, terutama Serikat Jesus. Mereka ini tidak bergantung pada kekuasaan Portugis dan Spanyol, dan berani memasuki wilayah-wilayah di luar kekuasaan Portugis dan Spanyol, seperti wilayah Cina dan Jepang. Mereka lebih bergairah dari pada imam-imam yang diangkat oleh Negara. Salah satu yang paling giat/bersemangat mengabarkan Injil/PI adalah Franciscus Xaverius (Th. Van den End,n 206-207).

Beberapa metode misi yang dipakai Xaverius ketika melayani di Indonesia, khususnya di Maluku seperti: metode menghafal rumusan pokok-pokok iman Kristen, seperti doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli, Salam Maria diterjemahkan dalam bahasa Melayu dan Portugis ( Van den End, 2005:40). Selain itu Xaverius juga memakai metode penggabungan pengkristenan massal dengan pembinaan, pelayanan diakonia dan pergaulan yang akrab dengan penduduk. Hasilnya banyak orang yang bertobat dan dibaptis menjadi Kristen (Zakaria Ngelow, 12).
Metode Pembinaan yang medalam

Pada saat Xaverius melayani, ia akan bertanya kepada orang yang dilayani (orang-orang yang dimana Xaverius tinggal). Apakah kalian tahu tentang Tuhan kita Yesus Kristus. Mereka mengiakannya, tetapi ketika saya sampai ke pokok-pokok iman secara mendetail, dan bertanya kepada mereka apa anggapan mereka tentangnya, dan apakah yang mereka ketahui sekarang adalah adalah lebih banyak dari pada ketika mereka belum masuk Kristen, mereka menjawab bahwa mereka orang Kristen, tetapi bahwa mereka tidak tahu sesuatu apapun tentang peraturan-peraturan dan rahasia-rahasia agama Kristen yang kudus, karena mereka tidak tahu bahasa Portugis. Selanjutnya Xaverius memakai penterjemah untuk mengajarkan pengajaran Kristen secara lebih medalam (luas) bagi orang-orang yang mau menerima Kristen (van den End, 2005: 214)

Ø Tokoh-tokoh Misi Gereja Katolik

Ø Franciscus Xaverius (1506 – 1552) sang rasul Asia
Usaha misi baru mulai berkembang sesudah perkunjungan Xaverius ke Ambon. Ia seorang spanyol. Ia mempersiapkan diri selama beberapa bulan di semenanjung Melayu dengan mempelajari bahasa Melayu, ia tiba di Ambon pada bulan Februari tahun 1546. Ia melayani di Ambon selama 3 bulan, dan sempat mengunjungi Ternate, Halmahera, Morotai. Ia kembali lagi beberapa waktu ke Ternate dan Ambon, kemudian berangkat pulang ke semenanjung Melayu. Dalam perjalanan pulang itu pernah terjadi, bahwa salibnya hilang, jatuh ke dalam laut. Xaverius bersedih karena itu, tetapi ketika pada keesokan harinya ia berjalan di tepi pantai Seram, seekor kepeting besar … membawa salibnya kembali. Pada waktu di Saparua ia berdoa mohon hujan bagi salah satu daerah kafir di Saparua yang mengalami kekurangan air dan doanya terjawab, kemudian penduduk kampong itu dibaptiskan. Selama lima belas bulan di Maluku, Xaveius membaptis beribu-ribu orang sampai tangannya penat. (Th.van den End, 212-213)

Simon Vaz. Simon Vaz (seorang rahib Ordo Fransiscan), ia memberitakan iman
Kristen dan ditopang oleh teladan hidupnya. Metode ini berhasil membuat orang-orang dikampung Mamuya dan kampung-kampung lain menjadi Kristen.Pada akhirnya ia menjadi Martir pertama di Maluku (1536).
Vicente Viegas (seorang misionaris) dengan dibantu oleh Manuel Pinto (seorang pembantu) melayani selama 3 tahun di Sulawesi Selatan[12]. Tahun pelayanan tidak disebutkan tetapi dapat dihubungkan dengan dua putera bangsawan bersaudara di Sulawesi yang dibaptis tahun 1537 di baptis di Ternate.
Bernardino Ferrari, seorang misionaris dari Serikat Jesus, pada tahun 1579 mengunjungi Panarukan Jawa Timur untuk melayani orang Portugis yang berada di sana. G. Van Schie, 1992:105)
Matteo Ricci (1552 -1610) Melayani di Cina
Ø Roberto de Nobili (1577 – 1656), melayani di India

Ø 4.3. Wujud Umat Katolik di Indonesia

Ciri-ciri yang membentuk misi Gereja Katolik diseluruh dunia khusunya di Indonesia, yaitu:

Ø Sistem hirarki ( pemerintahan imam). Dengan system ini, kaum awan tidak mempunyai suara dalam Gereja, kaum awam itu berada dibawah imam. Para imam berada dibawah Uskup. Para uskup berada dibawah Paus ( kepala Gereja Katolik/pemimpin tertinggi Gereja Katolik). Kelebihan system hierarkis adalah Gereja Katolik memiliki system organisasi gereja yang sangat rapih. Kerapian organisasi ini menolong Gereja Katolik untuk: (1) Mengatur usaha misi Gereja Katolik yang amat luas , yaitu di seluruh dunia. (2) Mengatur keseragaman penggembalaan, pemuridan,dan tata ibadah ( bh. Ibadahpun serangam,bh. Latin)
Ø Perkenaan /keutamaan pada sakramen dan bukan pelayanan Firman (Alkitab). Sakramen baptisan, misalnya mutlak diperlukan karena untuk memperoleh keselamatan. Penekanan pada sakramen itu (air,roti dan anggur) bisa saja ditafsirkan masyarakat Gereja Katolik Indonesia sebagai benda-benda yang mempunyai kekuatan sakti.
Ø Tentang Iman. Gereja Katolik menekankan iman bukan pada apa yang dikatakan Alkitab tetapi iman umumnya diartikan taklukan kepada kekuasaan Gereja.

Hak menafsir Alkitab = para rohaniawan

Ø Denomnasi gereja. Femenim-Matius 6:9-13. Terjemahan-Mama kami di Sorga
Historis. SP, TP – A Historis (Narasi): TU, TK,TL,Terjemahan Alkitab dalam bahasa daerah tidak dianggap begitu penting. Cukup kalau awan menghafal rumus-rumus pokok agama Kristen: 10 Hukum, Doa ibu Maria, Pengakuan Iman.

Gereja Eropa pada tahun 1500 mengakui kesatuan asasi atas seluruh kehidupan manusia. Artinya tidak ada bidang dalam kehidupan manusia yang tidak diatur Gereja. Pada waktu itu, Negara/para kaisar berada dibawah Gereja Katolik dan tugas negara adalah Melayani Gereja, melindungi Iman Kristen dari musuh-musuh dan mendukung penyiaran agama/misi Gereja keluar Eropa. Konsep inilah yang mempengaruhi Gereja sehingga ketika Portugis menguasai Indonesia, mereka juga harus melindungi Gereja dari musuh-musuh, membiayai Gereja dst. Dan dapat dibayangkan bahwa dengan system ini Gereja pada waktu itu mendapat dukungan kuat dari negara dalam Arti Portugis sehingga Gereja Katolik dapat bertumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun kenyataannya Gereja tidak berkembang pesat seperti di Filipina yang pada waktu itu dijajah oleh Spanyol. Hal ini disebabkan karena perbedaan dalam system penjajahan. Spanyol system menjajahnya yaitu menjajah seluruh wilayah yang dikuasainya, sementara Portugis hanya menjajah daerah-daerah yang memiliki sumber-sumber ekonomi yang menguntungkan Portugis. Sistem ini paling tidak mempengaruhi pertumbuhan Gereja Katolik di Indonesia, yaitu pertumbuhan Gereja Katolik di Indonesia jauh lebih kurang dari perkembangan Gereja Katolik di Filipina yang mayoritas beragama katolik.

4.4. Tinjauan umum tentang Misi Katolik di beberapa wilayah pada thn. 1547-1700

Maluku Utara. Pada pertengahan abad ke-16 perkembangan misi Katolik paling menonjol di Halmahera. Di Moratai kampung-kampung Kristen bertambah terus, dan pada tahun 1565 terdapat 47 kampung dengan 80.000 orang. Perkembangan Katolik di Maluku Utara memuncak sampai tahun 1570, ketika panglima Portugis di Ternate membunuh Sultan Hairun secara brutal setelah mengadakan perjanjian damai dengannya. Akibatnya seluruh daerah Maluku menjadi medan perang. Kaum Portugis terpaksa mengundurkan diri dari Ternate dan pindah ke Tidore, yang menjadi pusat baru bagi Portugis. Hal ini berarti orang Kristen di Maluku Utara yang dilindungi Portugis menjadi terlantar, misi Gereja di Maluku Utara menjadi lumpuh. Hanya tinggal beberapa misionaris dari Eropa, beberapa dari mereka dibunuh. Akhirnya tahun 1605 para misionari mulai meninggalkan Maluku Utara. Mereka meninggalkan Maluku Utara bukan karena Sultan tetapi karena Belanda yang sudah memasuki Maluku Utara. Selanjutnya Sultan Ternate menjadi sekutu Belanda, orang-orang Katolik disuruh VOC masuk Protestan.
Maluku Selatan (Ambon). Perkembangan politik dan perang di Maluku Utara membawa dampak bagi orang-orang di Ambon selatan. Namun sampai tahun 1605 ada 16.000 orang-orang Kristen di Ambon, Lease, dan Seram. Karena aspek politik, maka gereja Katolik paling kuat di daerah Benteng (Gereja Benteng). Disitu terdapat 2 – 3 Misionaris serta gedung-gedung gereja. Orang Kristen Katolik di dalam dan di sekitar benteng dipelihara secara baik, dan metode-metode pemuridan Xaverius umumnya diteruskan. Tetapi di pedalaman jemaat-jemaat jarang dikunjungi oleh imam-imam Katolik dari Eropa. Metode pendidikan atau kaderisasi tenaga katekit pribumi oleh Xaverius tidak dilanjutkan oleh para misionaris yang melayani di Ambon.

Sulawesi Utara. Pada tahun 1560 agama Kristen telah mendapat tempat di Sulawesi Utara, Sangir Talau. Disana pula penyebaran ke-Kristen-an jalin-menjalin dengan persaingan antara orang-orang Portugis, kemudian Spanyol dan akhirnya Belanda ketika perang berkecamuk di Maluku Utara (khususnya pembunuhan Sultan Hairun) dan kaum Portugis pindah ke Tidore, orang Spanyol yang berkedudukan kuat di Filipina diberinya peluang untuk meluas sampai ke Sulawesi Utara. Kemudian pada tahun 1666 orang Belanda membangun benteng di Manado guna menguasai Minahasa dan memperoleh monopoli dalam perdagangan cengkeh. Akibatnya terulang lagi kejadian di Maluku Utara, yaitu orang-orang Kristen Katolik disuruh menjadi Protesten. Demikian kekristenan diombang-ambingkan oleh perang, politik, dan persaingan perdagangan.

Nusa Tenggara Timur. Misi Katolik disana di mulai dengan hadirnya seorang misionaris dari Ordo Dominikan, yaitu Antonio Taviera, ia berhasil membaptis 5000 orang di Timor, dan juga banyak orang di Flores. Jadi NTT menjadi wilayah pelayanan Ordo Dominikan sedangkan Maluku menjadi wilayah pelayanan Ordo Serikat Jesus (Jesuit) dan Sulawesi Utara yang kemudian digantikan oleh Ordo Fransiskan. Namun mulai tahun 1613 gereja Katolik di NTT menerima pukulan karena kedatangan orang-orang Belanda. Namun karena daerah itu tidak strategis untuk ekonomi maka gereja Katolik di NTT tetap di biarkan beberapa misionaris dari gereja Katolik untuk melayani di Flores, Ende, dan beberapa tempat
Misi Gereja Katolik di Indonesia Abad 15 - 18 Misi Gereja Katolik di Indonesia Abad 15 - 18 Reviewed by Yonas Muanley on 8:52 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.