recent posts

Konteks Indonesia Ketika Injil Masuk


KONTEKS INDONESIA/NUSANTARA KETIKA INJIL MASUK
Kompetensi Dasar 2 (Tujuan Khusus) Bab 2
Setelah berinteraksi dengan isi bab ini mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan konteks geografis dalam hubungan dengan misi (Pekabaran Injil pada masa lampau).
2. Mahasiswa mencari sumber di Internet ttg konteks geologi (3 lempeng) yang pada periode-periode tertentu dapat menyebabkan terjadinya gempa bumi dan tsunami di Indonesia, seperti di Aceh.
3. Membuat refleksi tentang konteks politik (kerajaan-kerajaan di Nusantara) dalam hubungan dengan kedatangan kerajaan Kristus di Indonesia dengan indicator lahir dan berkembangnya Gereja di Nusantara. Hasil refleksi disampaikan di kelas untuk ditanggapi secara bersama. Untuk mengerjakan tugas ini, mahasiswa dapat membentuk kelompok yang terdiri dari 5 orang.
Materi Pembahasan:
Ketika Allah hendak menyelamatkan seluruh umat manusia, Ia masuk dalam konteks (Inkarnasi). Inkarnasi ini bersentuhan dengan berbagai konteks pada waktu itu. Misalnya konteks Yahudi dan Hellenisme, konteks Politik (pemerintahan Romawi).
Ketika para pekabar Injil (para misionaris) dari Eropa ke Indonesia, tentu berhadapan dengan berbagai konteks yang ada di Nusantara (Indonesia) pada waktu itu. Dalam hal ini bahasan konteks Indonesia dimaksudkan untuk memahami bagaimana keadaan Indonesia ketika para misionaris dari Eropa memberitakan Injil di Indonesia. Ada beberapa konteks yang dapat dipaparkan di sini.

1.1. Konteks Geografis

Secara geografis Nusantara/Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Karena letaknya yang berada di antara dua benua, dan dua samudra, ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Terdiri dari 17.508 pulau, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena wilayah kepulauan maka lingkungan alam, letak yang terpisah dan terisolir oleh lautan, gunung-gunung dan sungai serta hutan belantara yang lebat, tidak meratanya daya serap kebudayaan luar oleh suku-suku tersebut, kesemuanya itu menimbulkan perbedaan-perbedaan yang berderajat dalam tingkat kebudayaan, keterbukaan, penyesuaian dan sebagainya.
Nusantara kita terletak pada garis katulistiwa, maka Indonesia hanya mengenal dua musin cuaca, yakni musim hujan dan kemarau. Posisi pada garis katulistiwa ini juga mempunyai akibat terjadinya peletusan-peletusan gunung berapi yang banyak terdapat di sepanjang pulau-pulau seperti Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores dan beberapa kepulauan di NTT, Sulawesi Utara dan Halmahera. Hal ini menyebabkan nusantara tidak dapat menghindari gempa bumi. Misalnya gempa di Padang.
Bila kita hubungkan dengan penginjilan maka kita patut menduga bahwa ada banyak kesulitan dalam melaksanakan pekabaran Injil di Nusantara pada masa lampau. Namun kita juga bersyukur karena ada gereja di Nusantara yang merupakan hasil pekaran Injil pada masa lampau di Nusantara, baik pada masa VOC, Hindia Belanda, masa pengutusan zending-zending ke Nusantara dan tanggungjawab orang Indonesia atas kabar baik tentang Yesus Kristus yang sudah mereka terima dan sebarkan kepada orang lain.
Keadaan geografis juga tidak dapat kita abaikan dalam pekabaran Injil masa kini dan masa yang akan dating.
1.2. Geologi Indonesia
Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara) merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, hanya 10.000 tahun yang lalu[1]. Lihat peta geologi Indonesia di http://inigis.info/blog/download-peta-geologi-indonesia/ . Oleh karena letak Indonesia pada beberapa pertemuan lempengan ini maka beberapa wilayah di Indonesia rentan terhadap gempa bahkan Tsunami di Indonesia.
Letak Nusantara pada pertemuan 3 lempengan ini menyadarkan kita bahwa Nusantara rentan terhadap musibah-musibah yang sangat dasyat, seperti Tsunami yang terjadi di Aceh. Kita belum tahu pasti apakah pernah terjadi Tsunami pada masa lampau, yaitu abad 15-19 ketika pada misionaris memberitakan Injil di Nusantara. Tetapi hasil ilmu pengetahuan dalam bidang geologi menolong kita untuk memahami bahwa Negara kita (kepulauan di Nusantara) berada pada pertemuan 3 lempengan.
Kita juga jangan saling mempersalahkan ketika terjadi musibah yang sangat dasyat karena patahan lempeng bumi yang menyebabkan terjadinya bencana dasyat.
Tugas Mhs:
Mencari di Internet: gambar tiga lempeng tersebut (peta geologi)
1.3. Politik
Secara politik, sebelum datangnya kekuatan politik dari Eropa, sudah ada kerajaan-kerajaan di Nusantara yang berkuasa atas atas wilayah-wilayah di Nusantara. Kerajaan-kerajaan yang dimaksud (hanya dua saja yang dipaparkan di sini) yaitu:
Tarumanagara (wikipedia.org)
Tarumanaga adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.
Kerajaan Mapahit (wikipedia.org)
Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.[2] Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Borneo, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang, menyebabkan runtuhnya sisa-sisa kerajaan Sriwijaya.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok (wikipedia.org)
Kejatuhan Majapahit. Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450-an, dan pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468.



1.4. Konteks Sosial- Budaya dan ekonomi
Zaman Kerajaan Tarumanegara
Kehidupan Sosial
Teks Suci orang Ibrani memulai dengan kebenaran: Tidak baik kalau manusia itu seorang diri … (manusia adalah mahluk individual dan social/bersama, suka mencari teman).
Orang di Nusantara pada saat itu walaupun tidak percaya kepada Tuhan Yesus tetapi mereka terbiasa kerja bersama (gotong royong).
Dalam kehidupan social, masyarakat kerajaan Tarumanegara sudah menanamkan sikap gotong royong. Sikap gotong royong ini dibuktikan dengan dari isi prasasti Tugu, yang menjelaskan adanya penggalian Sungai Gomati dan Chandrabagha. Selain itu dalam kehidupan keagamaan, sebagian masyarakat kerjaan Tarumanegara menganut agama Hindu – Buddha dan sebagian masyarakat yang lainnya masih menganut anemisme dan dinamisme.
Kehidupan Ekonomi
Syair Umum
Bukan lautan hanya kolam susu
Kayu dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada tofan kutemui
Hutan dan rimba menghampiri dirimu ….
Tongkat kayu batu menjadi tanaman

Syair Gereja

Betapa kita tidak bersyukur, bertanah air kaya dan subur …
Lautnya luas, gunungnya megah …
Persada kita jaya dan teguh …
Itu semua berkat karunia Allah yang Agung Maha Kuasa …

Syair di atas menyangkut ekonomi.
Indonesia memiliki sumber-sumber kekayaan alam yang sangat kaya, yang belum sepenuhnya digarap dengan baik demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, seperti emas, intan, dan batu mulia lainnya, timah, besi, nekel, batu bara, the, kopi, kelapa, karet, tembakau, cengkeh, lada, kina, beras, jagung, minyak bumi dan sumber-sumber meineral lainnya serta hutan dengan segala kayunya (Editor) M.A. Ihromi dan S.Wismoady Wahono. 1979:45)
Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah sekitar 350 tahun penjajahan Belanda, Indonesia menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.

Dr. Fridolin Ukur dalam buku Theo-Doran mengemukakan dua pola kebudayaan pada waktu itu di nusantara:
1. Pola kebudayaan yang berlandaskan penanganan penanaman padi dengan system irigasi (sawah). Adanya sawa memungkinkan penduduk tinggal menetap.
2. Pola kebudayaan yang didasarkan pada penanganan penanaman padi dengan sistim perladangan. Sistem ini tidak memungkinkan orang menetap agak lama di sautu tempat karena dalam waktu tertentu mereka harus berpindah mencari tanah-tanah perawan untuk digarap.
Dua pola ini mempengaruhi pelayanan pekabaran Injil. Orang yang memiliki budaya irigasi (sawa) memilih menetap dan mudah diadakan pelayanan lanjutan tetapi lading pindahan mempersulit pelayanan lanjutan karena kecendrungan orang selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.


2.5. Konteks Agama

Materi sub pokok bahasan ttg konteks Agama

Sebelum Agama Kristen masuk ke Nusantara, sudah ada agama asli (agama suku) dan agama-agama dari luar Nusantara yaitu Agama Hindu, Agama Budha dan Agama Islam.

a. Agama Suku

Setiap suku di kepulauan Nusantara memiliki keyakinan yang terbatas pada suku tersebut. Keyakinan pada suku-suku tertentu itu kita sebut dengan Animisme. Animisme adalah kepercayaan akan adanya jiwa atau roh (kekuatan/daya-daya kekuasaan yang lebih tinggi dari pada manusia itu/mahluk-makluk halus yang berkehendak dan tidak terpahami banyaknya itu, yang mengelilingi manusia di rumah dan di desa di lading dan di hutan, di dalam rimba dan di atas air). Mahluk-mahluk halus itu bisa bersikap baik atau jahat kepada manusia.
Jauh sebelum agama-agama dating ke Indonesia, nenek moyang Indonesia menyembah gunung-gunung dan pohon-pohon besar atau benda yang dianggap keramat. Cara-cara inilah yang disebut penyembah-penyembah Animisme. Peninggalan-peninggalan penyembah Animisme ini masih terdapat hingga sekarang ini dilakukan oleh suku-suku terpencil di Sulawesi Tengah, Papua, beberapa tempat di Sumba, dan Pedalaman Kalimantan.

Salah satu doa dalam (penganut) agama suku di Nusantara (agama suku Poso)

Doa seorang pemburu rusa atau babi hutan di Poso:

Ia memanggil hantu itu sambil mempersembahkan sirih pinang sbb:

“O Toriorio, di sini kami letakkan bagianmu. Kami meminta imbalannya. Kiranya Babi-babi hutan tidaklah pergi terlalu jauh, supaya tombak-tombak kami dapat menikam mereka. Kiranya monyet-monyet pergi ke Mokupa, tempat orang mahir menembak dengan sumpitan; dan kiranya tikus-tikus pergi ke Onda’e, tempat orang cekatan memasang perangkap. Orang yang berhasil menangkap/menombak seekor babi hutan mempersembahkan tujuh potong daging kepada roh rimba yang berhati rela itu dan orang memanggilnya sbb:
“Inilah bagianmu dari daging buruan. Berikanlah kepadaku dengan segera seekor babi hutan lagi yang lebih besar dari yang ini, suapa aku dapat memberikan lebih banyak kepadamu”.

Doa pada waktu menanam padi:

“Ya tuhan Pembentuk, engkau yang bersemayam di tempat terbit dan terbenamnya matahari, dan di kedua ujung langit lainnya. Engkau yang mengatur segala sesuatu, … engkau, ya allah dunia atas, yang sebagai rotan tombu tumbuh kebawah dan menyangga kami; jika engkau terbaring, berbaliklah dulu menelentang dan dengarkanlah kami. Dan engkau, dewi bumi, yang menumpu telapak-telapak kaki kami, dan menyangga kami, sekiranya engkau terbaring menelungkup, bergulinglah dahulu menelentang, dan dengarkanlah apa yang akan kami katakana kepadamu. Dan engkau, Indo I ronda eo, yang tujuh kali sehari mengelilingi bumi, yang melihat perbuatan-perbuatan kami, dan yang mendengar perkataan kami, perhatikanlah apa yang hendak kami katakan. Kami kini akan menanam padi. Engkau, hai dewi bumi, kurunglah tikus-tikus dan serangga-serangga di dalam tanah, supaya mereka jangan merusak tanaman kami. Engkau, hai dewa dunia atas, kurunglah semua burung pipit dalam kandang-kandangnya, supaya mereka jangan dating merusak pekerjaan dan jerih payah kami. Ini seekor kerbau, seekor babi, ini ayam-ayam, yang kami berikan kepadamu” (A.C.Kruyt. 2008:102)
b. Agama Budha dan Hindu
Agama Budha ( Tahun 700 – 1400 M.)
Kerajaan Budhis yaitu Sriwijaya telah memasuki Nusantara sejak abad VII dan berkembang terus selama 7 (tujuh) abad sampai abad XIV dan menguasai daerah Indonesia bagian Barat di Semenanjung Malaya, Philipina, Sumatra dan pulau Jawa.
Ada beberapa aliran dalam Budhisme, misalnya aliran Mahayana dan Hinayana, aliran Sansekerta, dan aliran Pali (Theravada). Sekarang ini umat Budha yang paling banyak ada di pulau Jawa, sedikit di pulau Sumatra, dan di Bali.
Agama Hindu (Tahun 500 M.)
Sri Markandeya adalah orang yang membawa agama Hindu ke pulau Bali kira-kira pada abad V. Ada dugaan bahwa Sri Markandeya lah yang memberi nama pulau itu Bali, serta mendirikan pura, Besakih yang terkenal itu.
Markandeya adalah seorang penganut dewa Syiwa, dan mengembangkan kepercayaan ini di tengah-tengah penduduk asli Bali.
Pada tahun 1019 – 1347 M kerajaan Bali jatuh ke tangan Mojopahit. Pada tahun 1347 patih Gajah Mada mengirimkan tentaranya ke Bali dan menaklukkan raja yang terakhir di Bali yang bernama Asta Retna Bumi. Sejak saat itu kekuasaan berpindah ke tangan Mojopahit.
Kemudian Dalem Ktut Kepakisan diangkat menjadi raja di Bali sebagai wakil kerajaan Majapahit. Selama pemerintahan Dalem Ktut pengaruh kebudayaan Jawa besar di kalangan masyarakat Bali.
Kedua agama ini memiliki pengaruh yang besar di Nusantara. Sehingga ada yang menyatakan bahwa Agama Hindu dan Buddha mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara mulai abad ke-4 sampai abad ke- 14 Masehi. Kerajaan-kerajaan yang dimaksud seperti, kerajaan Tarumanegara, Sriwijaya, Majapahit dll. Di akhir abad ke-13, Majapahit berdiri di bagian timur pulau Jawa. Di bawah pimpinan mahapatih Gajah Mada, kekuasaannya meluas sampai hampir meliputi wilayah Indonesia kini; dan sering disebut "Zaman Keemasan" dalam sejarah Indonesia.

c. Kristen Nestorian

Beberapa ahli sejarah Gereja menduga bahwa sebelum datangnya misi Gereja Eropa (Gereja Katolik dan Protestan) ke Nusantara sudah ada misi Kristen di Nusantara yaitu dari kelompok Nestorian yang berpusat di Partia/Persia/Irak.
Dalam buku sejarah kuno yang ditulis oleh Shaykh Abu Salih Al-Armini tercantum suatu daftar tentang gereja-gereja dan pertapaan-pertapaan dari propinsi Mesir dan tanah di sekitarnya. Dalam daftar itu dinyatakan bahwa ada 707 gereja dan 181 tempat pertapaan Nasrani yang tersebar di mana-mana termasuk Indonesia. Dalam daftar itu tercantum sebuah nama di Sumatra, yakni Fansur. Di tempat ini (Fansur) terdapat banyak Gereja dan nasara Nasathariah.
Nama Fansur sama dengan Pancur, yaitu suatu tempat di dekat Barus di Tapanuli, Sumatra Utara. Tempat itu (Fansur/Pancur) terkenal sejak abad pertama tarik Masehi karena kaya akan kapur barus (kamfer) yang pada saat itu merupakan bahan perdagangan yang sangat laku di pasaran Malabar di India Selatan dan pasaran Eropah.
Berdasarkan itu dapat diduga bahwa orang-orang Nestorian dari Malabar yang terkenal dengan semangat pekabaran Injil telah datang dan memberitakan Injil di daerah Sumatra sehingga lahirlah Gereja di daerah sekitar Pancur dan Barus di sekitar pertengahan abad ke-7. (Nicky J. Sumual. T.th.:32-33)

d. Agama Islam
Kedatangan pedagang-pedagang Arab dan Persia melalui Gujarat, India, kemudian membawa agama Islam. Selain itu pelaut-pelaut Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho (Zheng He) yang beragama Islam, juga pernah menyinggahi wilayah ini pada awal abad ke-15.[18] Para pedagang-pedagang ini juga menyebarkan agama Islam di beberapa wilayah Nusantara. Samudera Pasai yang berdiri pada tahun 1267, merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Jadi, Islam di bawa dan berkembang di Nusantara mulai pada abad ke-13

e. Agama Kristen (Katolik, Protestan, Pentakosta-Kharismatik)

Bagian ini sebenarnya tidak pas dibicarakan disini. Bagian ini hanya mendeskripsikan tentang agama-agama apa saja yang sudah ada di Nusantara sampai dengan datangnya pekaran Injil dari Eropa yang masuk ke Nusantara bersamaan dengan Imperialisme Barat (Portugis dan Belanda). Oleh karena itu maka singgungan tentang agama Kristen itu bersifat pengantar saja, yaitu ketika orang-orang Eropa datang pada awal abad ke-16, mereka menemukan beberapa kerajaan yang dengan mudah dapat mereka kuasai demi mendominasi perdagangan rempah-rempah. Portugis pertama kali mendarat di dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Sunda Kelapa, tapi dapat diusir dan bergerak ke arah timur dan menguasai Maluku. Pada abad ke-17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara-negara Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali untuk koloni mereka, Timor Portugis). Pada masa itulah agama Kristen masuk ke Indonesia sebagai salah satu misi imperialisme lama yang dikenal sebagai 3G, yaitu Gold, Glory, and Gospel. Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II, awalnya melalui VOC, dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal abad ke-19.


2.6. Konteks Perdagangan

Beberapa kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah Nusantara, seperti Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.
Menurut catatan Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Berdasarkan informasi di atas maka dapat dikatakan bahwa kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa (Portugis, VOC dan Belanda) yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra.
Perdagangan di atas disebabkan karena Indonesia memiliki sumber-sumber kekayaan alam yang sangat kaya, yang belum sepenuhnya digarap dengan baik demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, seperti emas, intan, dan batu mulia lainnya, timah, besi, nekel, batu bara, the, kopi, kelapa, karet, tembakau, cengkeh, lada, kina, beras, jagung, minyak bumi dan sumber-sumber meineral lainnya serta hutan dengan segala kayunya.

Sejak abad-abad pertama Masehi, Indonesia mempunyai hubungan perdagangan dengan wilayah-wilayah Asia lainnya. Ada jalan dagang dari Tiongkok melalui kepulauan Nusantara ke India, Persia, Mesir dan Eropa, dan sebaliknya. Barang dagang yang dihasilkan Indonesia ialah rempah-rempah yang terutama berasal dari Maluku. Saudagar-saudagar dari Jawa dan Sumatera membawa barang yang sangat berharga itu ke pusat-pusat perdagangan di Indonesia Barat. Lalu mereka, atau pedagang-pedagang dari India, mengangkutnya ke India. Di situ mereka sudah ditunggu oleh saudagar-saudagar dari Asia Barat (orang-orang Persia dan Arab, mula-mula juga orang Yunani dari Mesir), yang membawa bumbu itu, bersama barang-barang lain, ke pasaran Eropa.

Kota-kota pelabuhan sempat menjadi kaya ray berkat perdagangan itu. Dengan kekayaan itu, mereka dapat menaklukkan daerah-daerah di sekitarnya. Maka timbullah beberapa kerajaan besar-kecil di Indonesia. Sriwijaya yang berpusat di Sumatera Selatan, pada abad ke-7 menguasai sebagian besar Indonesia Barat. Di Jawa berturut-turut ada beberapa kerajaan: Mojopahit, Pajaran. Pada zaman Mojopahit, orang-orang jawalah yang menguasai perdagangan antara rempah-rempah di Maluku dan pelabuhan-pelabuhan di Sumatera dan di semenanjung Melayu. Di daerah-daerah tersebut, pedagang-pedagang dari jawa atau dari tempat lain mendirikan kerajaan-kerajaan kecil, yang hidup juga dari perdagangan, misalnya Ternate di Maluku, Perlak di Sumatera Utara, dan Malaka di Semenanjung Melayu.
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.
Konteks Indonesia Ketika Injil Masuk Konteks Indonesia Ketika Injil Masuk Reviewed by Yonas Muanley on 8:44 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.