recent posts

Calvinis VOC Abad XVII - XVIII

Sumber: Th. van den End. Harta Dalam Bejana, Sejarah Gereja Ringkas. (Jakarta : BPK, 1999), hlm. 218
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu:
Menjelaskan sejarah singkat Calvinis di Belanda
Menjelaskan cirri-ciri Calvinisme dan ideologinya tahun 1600 yang mempengaruhi misi zaman VOC dan Hindia Belanda
Menjelaskan sejarah singkat terbentuknya VOC di Belanda
Menjelaskan secara singkat kehadiran dan struktur VOC di Indonesia
Menjelaskan mandat pemeliharaan rohani oleh VOC di Nusantara
Menjelaskan struktur Calvinis VOC di Nusantara
Menjelaskan atribut Calvinis
Menilai hubungan Gereja dengan VOC di Nusantara
Menilai pelayanan para pendeta yang melayani pada zaman VOC

Materi Pembahasan:
5.1. Sejarah Calvinis di Belanda, Ciri-ciri Calvinisme dan VOC.
Sumber: Th. van den End. Harta Dalam Bejana, Sejarah Gereja Ringkas. (Jakarta : BPK, 1999), hlm. 218
Sejarah Calvinis di Belanda

Sejak keputusan edik Milano tahun 313 dan Theodosius 380, agama Kristen menjadi agama yang mayoritas di Eropa. Kemudian Gereja yang berkembang pesat dalam Kekaisaran Romawi pengalami perpecahan pada tahun 1054, sehingga terbentuklah dua arus utama Gereja, yaitu bagian Timur dari kekaisaran Romawi disebut Gereja Ortodoks Tmur yang berpusat di Konstantinopel dengan pemimpin Gereja yang disebut Patriach, dan Gereja Bagian Barat yang berpusat di Roma disebut Gereja Katolik dengan pemimpin Paus yang berkedudukan di Roma. Di sini menjadi jelas bahwa daerah-daerah Eropa Barat seperti Belanda lebih banyak dikuasai oleh Gereja Katolik.

Pada tahun 1517 terjadilah Reformasi Gereja di Bagian Barat. Akibatnya Gereja bagian Barat yang berpusat di Roma terbagi menjadi dua kelompok, ada Gereja Katolik Roma dan Gereja Protestan (Kelompok orang Kristen Eropa yang menerima gerakan reformasi). Gerakan Reformasi Gereja di Eropa pada waktu itu tidak hanya terjadi melalui Marthin Luther, tetapi juga melalui John Calvin, dan Zwingli. Gerakan reformasi dari para tokoh-tokoh ini mempengaruhi orang-orang Kristen yang ada di wilayah Eropa. Untuk Belanda, sangat dipengaruhi reformasi Calvin.

Bagaimana orang-orang Belanda menerima reformasi Calvin? Pater Gijsbertus.Van Schie, CICM dari Novisiat CICM di Nijmegen yang pernah bertugas sebagai imam Katolik di Tator sebagai pastor pembantu dan dosen di STFT (Sekolah Tinggi Fisafat dan Teologi) dalam buku Rangkuman Sejarah Gereja … mengisahkan sejarah orang Belanda menganut Protestan aliran Calvin sbb:

Pada awal abad ke-16 negeri Belanda merupakan ‘Propinsi Sekutu’ yakni sebuah konfederasi Negara dan kota yang berpenduduk Kristen di bawah kekuasaan raja Spanyol yang setia kepada Paus di Roma. Pada waktu itu, di Belanda, kesenian religious masih jaya dan kesalehan orang masih murni, walaupun banyak orang miskin yang merasa kurang senang dan semakin banyak orang bersikap skeptik terhadap hirarki gereja, terutama disebabkan oleh kualitas tingkah-laku yang semakin buruk dari para imam serta para biarawan. Tokoh humanis yang bernama Erasmus, dan Paus Adrianus VI, satu-satunya uskup Roma (1522-1523) yang berasal dari negeri Belanda, sama-sama berpendapat, bahwa pemerintah wajib menindas ajaran heretic atau ajaran yang menyimpang dari ajaran resmi Gereja Katolik Roma, akan tetapi Erasmus dan Adrianus VI menganggap pula bahwa tindakan membakar orang heretic hidup-hidup adalah tindakan yang berlawanan dengan kebebasan hati nurani orang.
Akan tetapi, di Belanda juga inkuisisi bergerak aktif, sekalipun tidak terlalu keras. Yang menjadi korban inkuisisi adalah banyak dari anggota sekte anabaptis. Mereka dihukum dan dibakar hidup-hidup. Sekte tersebut didirikan oleh seorang pastor yang bernama Menno Simonz (1496 – 1561) di wilayah Frisia, dan sering disebut jug kaum Mennonit, menurut nama pendirinya. Penganut sekte itu hidup agak terasing dari masyarakat ramai, rajin bekerja serta menolak segala kekuatan senjata dan milisi.

Karena dikejar dan dianiaya, maka kelak banyak orang Mennonit mengungsi ke Amerika. Selain Erasmus, masih ada Coornhert (1522 – 1590). Tokoh ini mendukung kebebasan hati nurani dalam hal iman, dan oleh sebab itu tidak dapat menyetujui inkuisisi dan penganiayaan orang heretic oleh atasan gereja, begitu pula dengan sikap intoleran terhadap kaum Calvinis. Walaupun jarang ke gereja pada hari Minggu, beliau merupakan seorang Kriatiani humanis yang berani menentang segala penindasan yang dating dari pihak mana pun.

Di Belanda, simpatisan Calvin pada mulanya terpaksa berkumpul secara bersembunyi-sembunyi. Akan tetapi lama-kelamaan jumlahnya bertambah banyak, sehingga mereka berani berperan sebagai oposisi politik yang terbuka, melawan pemerintah Spanyol yang menguasai sebagian negeri Belanda pada waktu itu. Sebagai gerakan revolusioner yang organisasinya ketat dan dengan tata tertip yang keras, Calvinisme memiliki daya tarik yang kuat, terutama di kalangan banyak buruh yang menganggur di Flandria, wialayah sebelah selatan Propinsi Sekutu. Justru di situlah terutama penganut Calvinisme melancarkan gerakan huru-hara berupa penghancuran patung di banyak gedung gereja sekitar pertengahan abad ke-16.
Pada tahun 1566 pemerintah Spanyol, yang pada saat itu sudah menguasai setengah bagian dari dunia ini, menugaskan seorang tokoh inkuisisi yang bernama Alva (1507 – 1582) untuk menghukum semua orang yang ikut mengambil bagian dalam penghancuran patung di wilayah utara negeri jajahannya. Alva bertindak dengan tangan besi dan dengan mudah pula mengalahkan pasukan Willem dari Oranje (lafalnya: oranye).
Akibatnya terjadi permusuhan dan peperangan antara Katolik dan Calvinis di Belanda yang berlangsung selama 80 tahun. Akan tetapi, walaupun mencatat sukses untuk jangka pendek, namun dalam jangka panjang, tindakan yang kejam itu justru semakin mengeraskan hati orang Calvinis, yang mulai tahun 1568 berperang dengan Spanyol selama 80 tahun.

Pada tahun Natal 1569, Alva disambut oleh uskup Roma, paus Gregorius XVIII (1572-1585), dan dianugerahi pedang kehormatan yang diberikan oleh beliau. Alva dipuji sebagai pahlawan yang akan membebaskan dunia dari Calvinisme yang dicap berbahaya seperti penyakit pes. Demikianlah kerjasama antara uskup Roma dan inkuisisi, dengan maksud membasmi ajaran yang dinyatakan heretic dan memecah-belah persatuan Kristen.

Akan tetapi, penganut Calvinisme sama sekali tidak bermaksud menyerah. Sementara itu ada kelompok Calvinis yang mengungsi ke perahu-perahu di laut, lalu membentuk sebuah armada perang. Tampaknya dalam tahun 1572, sebagai bajak laut, mereka mulai mencoba menguasai negeri Belanda dengan merebut kota Den Briel (lafalnya: Den Bril). Pastor katolik (nama Katolik yang dipergunakan bagi orang Kristiani yang kepada gereja Roma) ada yang dibunuh atau diusir, tetapi banyak dari kaum awam katolik yang dibiarkan saja. Orang yang dulu mengungsi gara-gara tindakan Alva, dapat kembali ke tempat yang telah dibebaskan oleh orang-orang Calvinis.

Pada malam pesta Bartholomeus di bulan Agustus tahun 1572, terdapat kira-kira dua ribu orang Protestan yang dibantai dengan keji di kota Paris. Tujuh Propinsi Sekutu. Pada tahun 1573, orang Calvinis memegang kendali pemerintahan di propinsi Holland dan Zeeland. Agaknya pada waktu itu sepeuluh persen penduduk di wilayah itu sudah menjadi anggota gereja Calvinis, sepuluh persen masih setia kepada gereja Roma, dan delapan puluh persen lagi bersikap kurang peduli akan agama. Banyak gedung gereja yang dirampas oleh pendukung Calvinisme dari tangan orang yang setia kepada gereja Roma, dan sekaligus mereka melarang pelaksanaan ibadah Katolik.
Pada tahun 1579, diadakan Uni Utrecht, di mana kedua propinsi tadi bersama lima propinsi lainnya menandatangani suatu persetujuan untuk sekurang-kurangnya bersikap sama terhadap dunia luar. Politik dunia luar diserahkan kepada Dewan Negara Umum di Den Haag, yang terdiri dari utusan masing-masing propinsi yang tetap otonom.

Pengikut Calvin di wilayah itu memakai nama Gereja Reformasi, dan pengaruhnya segera menjadi besar dalam segala bidang kehidupan. Pada umumnya, dalam semua aliran Protestan, hal jasmani, termasuk pekerjaan, mendapat tempat yang lebih layak dalam hidup manusia. Dari itu mereka giat bekerja, rajin melakukan kewajiban dan disamping itu menghindarkan diri segala macam kenikmatan dan kemewahan yang dianggap berlebih-lebihan, termasuk pemborosan uang untuk tujuan religious seperti yang terjadi dalam gereja Roma. Semuanya itu membuat para sejarawan tertentu menyusun teori, seolah-olah orang Protestan menyiapkan lahan subur untuk berkembangnya kapitalisme. Tentu bukan maksud pakar itu bahwa Calvin merencanakan ataupun menyetujui kapitalisme; melainkan, yang dimaksudkan adalah, karena gemar bekerja dan berdagang, maka orang sanggup mengumpulkan banyak uang, sedangkan hidup religious dengan cara ketat dank eras memungkinkan orang untuk berhemat serta menyimpan banyak uang; karena itu boleh dikatakan, bahwa mereka menyediakan lahan yang subur, tempat kapitalisme dapat tumbuh. Mungkin ada benarnya, tetapi menurut ahli ekonomi Louis Breck: pada abad ke-12, tarekat Cistericium yang bersifat agraris menjadi pediri dari pola meningkatkan produksi secara kapitalis dan efisien.

Antara tahun 1585 – 1586 di Tujuh Propinsi Sekutu, barisan gereja Calvinis diperkuat dengan banyak pengungsi dari sebelah selatan, karena tindakan wali raja Spanyol, Parma (1578 – 1589) yang menutu sungai Schelde, sehingga perbekalan kota Antwerpen menjadi macet, dan pemerintah kota itu terpaksa menyerah kepada Spanyol. Dalam keadaan itu orang Protestan tidak merasa aman lagi, sehingga mengungsi ke sebelah utara.
Masalah rempah-rempah: Distribusi rempah-rempah di Eropa dikuasai oleh pedagang Belanda yang membelinya di pasar Lisboa. Akan tetapi, sejak tahun 1580 Portugal bagian kerajaan Spanyol, menjadi musuh dari Belanda, sehingga perahu Belanda tidak dapat lagi singgah di pelabuhan Lisboa; akibatnya, distribusi rempah-rempah macet. Oleh sebab itu, para pedagang dan pelaut Belanda merasa terdorong untuk mencari sendiri jalan ke tempat asal rempah-rempah itu. Maka sejak tahun 1590-an kapal layar Belanda aktif berkeliaran di laut Tengah dan Lautan Atlantik Selatan. Akan tetapi, mereka dibuntuti oleh orang Inggris, sedangkan orang Perancis dan Denmark juga mulai berlayar ke negeri yang jauh. Banyak perusahan atau atau kompeni yang mulai saling bersaing. Walau bersatu, Portugal dan Spanyol tidak mampu menguasai semua armada baru yang mulai mengarungi lautan itu.

Ciri gereja Reformed Belanda dan Idiologinya tahun 1600

Setelah Yohanes Calvin meninggal (tahun 1564), maka pengikut-pengikutnya (gereja/ekklesia Belanda yang dipengaruhi reformasi Calvin, kelompok ini menamakan diri Reformed) di negara Belanda berjuang mati-matian untuk mempertahankan ajaran reformatoris. Yang menjadi musuh dari kelompok reformed baik dibidang perdebatan gereja dan di bidang politik/perang adalah kaum Katolik. Selama 80 tahun Belanda berperang untuk mencari kemerdekaan dari kekuasaan “Kekaisaran Romawi Suci”. Dalam perjuangan ini ajaran berikutnya yang dipertahankannya: (1). Sola Fides, yaitu pembenaran dihadapan Allah diperoleh dengan iman semata-mata. (2). Sola Gratia, yaitu keselamatan adalah anugerah semata-mata tak bersyarat. Dan merupakan dasar keselamatan untuk orang-orang pilihan. (3). Sola Scriptura, yaitu Alkitab semata-mata merupakan sumber kekuasaan dan otoritas bagi orang-orang pilihan.

Ø Namun yang menjadi problema mulai di abad ke-17 adalah “Iman” makin diartikan sebagai kepercayaan pada rumusan-rumusan doktrin yang benar, sehingga bukanlah kehangatan iman dan bukanlah pembaharuan dari Roh yang di utamakan, melainkan pegangan pada dogma yang mati.
Ø Orang-orang Belanda dari abad ke-16 tidak mempunyai pandangan positif mengenai agama non Kristen, apalagi agama suku. Bagi mereka agama suku adalah tahkyul belaka bahkan penyembahan iblis. Kebudayaan dari suku setempat di curigai.

Ø Ajaran Calvinis mewajibkan negara untuk membantu gereja dalam mempertahankan iman dan mengabarkan Injil. Jadi hubungan gereja dan negara sangat erat sehingga pemahaman gereja negara menjadi pegangan Kristen Belanda yang melawan keterpisahan antara keduanya. Secara resmi orang-orang Belanda bersedia melaksanakan ajaran Calvin mengenai hubungan antara negara, gereja, tetapi mereka tidak fanatik mempertahankannya. Malahan sebaliknya satu cirri orang Belanda yang berlawanan adalah mentalitas pedagang. Maksudnya, para pemimpin VOC berpendapat bahwa fanatisme agamawi bisa saja merugikan kemakmuran, yaitu perdagangan. Lagi pula dalam latar belakang Sejarah, orang-orang Belanda tidak langsung berurusan dengan kaum Islam seperti orang Portugis dan Spanyol ditanah kelahiran mereka. Malahan, kaum Katoliklah yang telah menjadi utama Belanda. Oleh karena itu maka kaum Belanda bersikap toleran terhadap Islam dibanding Katolik.
Sejarah Singkat Terbentuknya V.O.C. di Belanda

Dalam rangka peperangan melawan Spanyol dan Portugal, orang-orang Belanda dating ke Indonesia. Mereka mengambil alih daerah-daerah yang telah dikuasai Portugal (1600). Orang-orang Kristen di daerah itu dijadikan Protestan. Pada tahun 1596 tibalah kapal-kapal Belanda yang pertama di perairan Indonesia. Kekuasaan Belanda di sini meluas dengan cepat dan perlu diatur pemerintahannya. Begitulah pada tahun 1602 dibentuk kongsi perkapalan Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC, Kompeni). Kepada badan inilah diserahkan kedaulatan atas seluruh jajahan Belanda di Asia, yang terbentang dari India Selatan sampai Taiwan. Jadi, VOC adalah “Negara” yang dengannya gereja Indonesia berurusan. Kepalanya di Indonesia ialah Gubernur Jenderal, yang bertempat tinggal di Jakarta atau Batavia (Th. van den End., 1999:218)

Ada pula informasi lain dari ahli Sejarah Gereja (G.Van Schie), yaitu pada tahun 1602, sejumlah perusahan dagang swasta di Belanda berserikat mendirikan VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) yang mendapat dukungan Dewan Negara Umum. Di Nusantara sering VOC disebut ‘kompeni’. Dari Dewan Negara Umum, VOC memperoleh monopoli perniagaan dan hak membawa pasukan bersenjata guna membela monopoili itu untuk jangka waktu 20 tahun. VOC juga diberi keleluasaan untuk mengadakan perjanjian serta mengambil keputusan seperlunya, bahkan diizinkan membuat dan menerbitkan mata uang sendiri.
Pada umumnya, kapal layal yang dipakai VOC merupakan milik pribadi orang Belanda, akan tetapi banyak dari modal kompeni tu berasal dari orang Iahudi, yang mengambil keuntungan cepat setiap kali muncul kesempatan yang baru, dan dengan demikian mereka ulung dalam mengumpulkan modal.
Sejarah Singkat Kehadiran VOC. Di Nusantara
Pada tahun 1619, Jayakarta direbut oleh armada Belanda di bawah komando Jan Pieterszn Coen (Lafatnya: Yan Pieterson Kun), gubernur jenderal VOC yang kedua, lalu disebut menjadi Batavia atau Betawi.
Walaupun armada itu disebut armada Belanda, tetapi banyak dari prajurit, pelaut dan awak yang dipekerjakan oleh kompeni bukanlah orang Belanda, melainkan orang asing dari beberapa Negara, seperti: Jerman, Swiss, Irlandia, Skotlandia, Denmark, Walonia, Flandria, Perancis dan Jepang. Misalnya, dalam tahun 1622, garnisun Batavia terdiri dari seratus empat puluh tiga prajurit, delapan puluh enam orang diantaranya bukanlah orang Belanda.

Struktur V.O.C. di Nusantara

Struktur atau kepemimpinan VOC di Belanda dikepalai Badan Pengurus yang beranggotakan 17 orang atau Kepemimpinan VOC dipegang oleh dewan beranggotakan 17 orang yang berkedudukan di Amsterdam. Di Indonesia VOC dikepalai oleh Gubernur Jenderal dan pegawai-pegawainya. Oleh Pemerintahan Belanda, VOC diberi oktroi (hak-hak istimewa) sebagai berikut:
1. Dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia
2. Monopoli perdagangan
3. Mencetak dang mengedarkan uang sendiri
4. Mengadakan perjanjian
5. Menaklukkan perang dengan negara lain
6. Menjalankan kekuasaan kehakiman
7. Pemungutan pajak
8. Memiliki angkatan perang sendiri
9. Mengadakan pemerintahan sendiri. Selain hak-hak ini, VOC juga diberi hak pemeliharaan rohani.

VOC selanjutnya tidak bertahan karena pada pertengahan abad ke 18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan.
1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi
2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa.
3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak
4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan
5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis.
6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.
Berdasarkan alasan di atas maka VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia[3].
Ø Mandat Pemeliharaan Rohani Kepada V.O.C.

Tugas religious VOC. Di atas sudah dijelaskan bahwa VOC mendapat hak berdagang dari pemerintah Belanda, selalin itu VOC juga mendapat tugas religious, yaitu pemeliharaan rohani atau kepercayaan. Hal itu sesuai dengan hak yang diperoleh pada tahun 1623 yakni Dewan Negara Umum memperbaharui izin kepada VOC dalam monopoli perdagangan, dan mengatakan bahwa selain berdagang, VOC bertugas pula memelihara kepercayaan umum, maksudnya adalah agama Negara (Gereja Calvinis), sesuai dengan Pengakuan Iman Belanda fasal 36 yang menyatakan: Pemerintah bertugas memelihara Gereja yang kudus, melawan serta memberantas segala agama palsu serta penyembahan berhala, memusnakan kerajaan anti Kristus dan memajukan kerajaan Yesus. Sesuai dengan tugas itu maka VOC menanggung semua biaya perawatan rohani. Bahkan Gereja Induk di Belanda dilarang menyumbang bagi karya gereja di Nusantara (G. Van Shie, 1992:126).

Hal berdagang sebagaimana yang disinggung dalam hak yang diterima VOC dapat dipahami dalam semangat ini. Tetapi harus diingat bahwa Gereja tidak mengajarkan monopoli perdagangan. Tapi hal berdagang menjadi perhatian dalam pengajaran Gereja Calvinis.
Gereja Reformasi memainkan peranan yang penting di Belanda. Pendeta gereja Calvinis menganggap berdagang sebagai perbuatan terhormat yang sesuai dengan Alkitab, asal saja keuntungan yang diperoleh tidak berlebih-lebihan, dan cara berdagang itu adil dan jujur. Tetapi, bukan pemimpin Gereja Calvinis yang mendorong prajurit serta pedagang untuk merebut negeri yang baru. Sesudah tahun 1630 orang Katolik di Belanda hanya masih dapat berkumpul dan beribadah di dalam gedung gereja persembunyian.

Merambatnya arus Reformasi, membuat kebanyakan imam katolik pergi mengungsi dan hanya sekitar lima hingga sepuluh persen saja yang melanjutkan pelayanannya sebagai pendeta di gereja Calvin, sehingga beberapa imam yang masih sisa di Belanda, terpaksa melayani jemaat yang tertindas itu dengan diam-diam. Mereka telah kehilangan statusnya yang dahulu dalam masyarakat, dan dengan sendirinya dekat dengan jemaatnya. Jadi, berkat reformasi, jemaat katolik di Belanda dibebaskan dari feodalisme gerejani.

Karena hanya sedikit saja imam yang melanjutkan tugasnya sebagai pendeta dalam gereja Calvinis, maka pada mulanya gereja reformasi mengalami kekurangan pemimpin. Tamatan Sekolah Tinggi Jenewa tidak cukup untuk mengisi semua lowongan. Universitas Leiden pun y di seluruh negeria yang telah masuk gereja Reformasing telah didirikan 1575, belum mampu juga menghasilkan pendeta. Oleh karena itu ada usaha untuk memberi katekisasi di dalam gereja-gereja serta pelajaran agama di sekolah-sekolah. Sesudah tahun 1600, keadaan membaik dan jumlah pendeta meningkat men berapa orang dari jumlah dua jutajadi lumayan.

Pada tahun 1688, stengah dari penduduk kota Amsterdam sudah menjadi anggota gereja Calvinis. Tidak begitu jelas berapa orang dari jumlah du ajuta penduduk yang telah masuk gereja Reformasi di seluruh negeri Belanda pada waktu itu. Ada sejarawan yang mengatakan lebih dari setengahnya, ada yang mengatakan hanya sepertiga saja.

Pada umumnya pegawai VOC menganut Calvinisme, sebagaimana dihayati oleh gereja Reformasi yang menjadi agama Negara. Semua pertemuan dan rapat dewan pemimpin VOC dibuka dengan doa, dan selama rapat berlangsung. Alkitab terbuka di meja perundingan. Di semua kantor dan kapal diselenggarakan doa pagi dan doa malam. Kadang-kadang diadakan hari doa, atau hari syukur secara khusus. Eksekusi hukuman matipun disertai dengan doa. Perawatan rohani pelaut, pedagang, serta pegawai aramada belanda dibiayai oleh VOC.
Akan tetapi, politik dan cara berdagang pegawai VOC sering berlawanan dengan azas agama Negara yang mereka anut, karena motivasi yang terutama mendorong mereka mencari negeri yang jauh adalah nafsu untuk mencari laba ayng sebanyak-banyaknya, dan keinginan untuk menghindari diri dari ancaman pengangguran dan kemiskinan di Belanda. Pernah seorang Negro berkata kepada seorang peagang Belanda yang datang di pantai barat Afrika : “emaslah dewamu”.

Sekitar tahun 1945 seorang pendeta memberitahukan, bahwa orang Belanda di Nusantara merupakan bangsa yang paling fasik, bangsa Sodom dan Gomora, yang menghina Firman Tuhan, dengan perbuatan seperti main judi dan bermabuk-mabukan: mereka tidak lagi mempedulikan Allah dan Agama, dan setiap hari melakukan perbuatan yang menyakitkan orang Ambon yang halus budi. Kata Pendeta itu, bahwa hanya beberapa orang saja orang Belanda yang baik. Jan Snoep (lafalnya : Yan Snup) seorang Pendeta Calvinis yang bertugas di sebuah armada di laut Tengah pada tahun 1661- 1662, merasa terperanjat, karena para pelaut bersikap kasar, bodoh, tidak saleh, suka mengumpat, dan berkelahi. Katanya, Gereja terapung itu seperti Gereja babi, bukan sebagai mempelai Kristus. Beliau mengeluh karena diantara para pelaut itu terdapat banyak orang yang bukan Calvinis, dan merasa sulit melaksanakan tugasnya, karena awak kapal lebih suka beribadah kepada dewa bacchus dan dewi venus.

5.2. Struktur Kelembagaan Calvinis V.O.C.
Secara struktur, Gereja Calvinis pada zaman VOC berada dalam pengaturan Negara, atau gereja Calvinis pada zaman VOC adalah gereja yang diistimewakan Negara. Selain itu gereja-gereja Calvinis yang ada di Nusantara pada zaman VOC merupakan jemaat jauh dari Gereja Belanda yang berasas Calvinis (Ngelow, 1996:16).

Mula-mula Gereja Protestan di Indonesia dan di daerah-daerah VOC lainnya berkembang dengan pesat. Ambonlah yang mula-mula diduduki orang-orang Belanda, dan dari sana direbut juga beberapa pulau Maluku yang lain: Banda, Ternate dan lain-lainnya. Minahasa dan Sangir menjadi jajahan Belanda juga, sama seperti Srilanka dan Taiwan. Di pulau Jawa didirikan pusat kekuasaan Belanda. Di semua daerah itu VOC mengaku bertanggung jawab atas kemajuan gereja (van den End, 1999:218-219). Pada zaman VOC, Gereja Induk di Belanda dilarang memberi bantuan kepada gereja Calvinis di Nusantara. Disini menjadi jelas bahwa gereja bergantung pada pemerintah (VOC), tidak bebas mengurus dirinya. Setiap rapat majelis gereja harus dihadiri oleh dua komisaris sebagai wakil pemerintah (wakil VOC). Gubernur Jenderal berhak menempatkan dan memindahkan pendeta (pendeta pegawai pemerintah). Korespondensi majelis gereja dengan gereja induk di Belanda harus melalui gubernur jenderal (Van Shie, 1992:126-127).

5.3. Atribut-atribut/Perangkat

Gereja-gereja Calvinis memiliki atribut atau perangkat atau pola sbb:
Struktur presbiterial sinodal: bentuk pemerintahan gereja di mana kekuasaan tertinggi berada dalam tangan para penatua. Di dalam gereja yang memakai bentuk pemerintahan ini terdapat badan-badan yang bersifat hirarkis yaitu jemaat-jemaat setempat yang terdiri atas pendeta-pendeta, penatua-penatua; klasis yang terdiri atas pendeta-pendeta dan penatua-penatua yang mewakili jemaat-jemaat dalam wilayah klasis, dan sinode atau siding raya yang merupakan badan tertinggi yang mempunyai hak legislative. Sinode terdiri dari pendeta-pendeta dan penatua-penatua yang diutus klasis.
(1). Dalam ibadah, penekanan pada pemberitaan firman Allah
(2). Pelaksanaan disiplin gereja secara ketat
(3). Ibada dan tata ibadah sangat diperhatikan karena berkait erat, bahkan merupakan satu kesatuan.
(4). Perhatian pada jabatan-jabatan dalam gereja: pendeta, pengajar, penatua, syamas, diaken dll.
(5). Perhatian pada khotbah, nyanyian, baptisan dan PK
5.4. Hakekat Hubungan V.O.C., dengan Gereja
Pada tahun 1602 dibentuk VOC dan mendapat hak atau kedaulatan dari pemerintah Belanda atas seluruh jajahan Belanda di Asia. Jadi, VOC adalah Negara yang dengannya gereja Calvinis berurusan. Kepalanya di Indonesia ialah Gubernur Jenderal, yang bertempat tinggal di Jakarta (Batavia). Dengan demikian keberaradaan Gereja Protestan Calvinis di Nusantara pada zaman VOC dalam tanggungjawab VOC. Gereja yang diistimewakan Negara (VOC). Jemaat Calvinis di Nusantara merupakan jemaat jauh dari Gereja Belanda yang berasas Calvinis.
VOC mengaku bertanggungjawab atas kemajuan gereja. Oleh karena itu maka siapa yang punya Negara, dia punya agama.
Jadi, hakekat hubungan VOC dengan Gereja adalah gereja menjadi lembaga yang diatur Negara (VOC). Hubungan antara gereja dan Negara (VOC) terlalu erat, dan gereja dikuasai oleh negara.(van den End, dalam Harta dalam Bejana, 1999: 220)
5.5. Pendeta-pendeta yang bekerja pada zaman V.O.C.

Pendeta-pendeta yang berbakat dan bersemangat yang melayani di Nusantara pada zaman VOC sbb:
Ø Sebastian Danckaerts (1618-1622 di Ambon, 1624-1634 di Jakarta). Ia pandai berkhotbah dalam bahasa Melayu. Ia juga sangat memperhatikan persekolahan. Atas usulnya, pemerinta (VOC) tiap-tiap hari member beras kepada anak-anak sekolah, sehingga banyak anak tertarik. Ia membuka sekolah guru untuk melatih penolong yang cocok bagi pekerjaan di sekolah maupun di jemaat ( van den End,1999:219).
Ø Adriaan Hulsebos : 1616-1622 (van den End, Harta dalam Bejana hlm. 219).
Ia membentuk majelis gereja gereja yang pertama di kota Jakarta.
Ia diutus ke Maluku oleh Gubernur Jenderal Coen untuk mengatur pelayanan Gereja di sana.
Di Banda, Hulsebos mengatur jemaat dan sekolah dengan rapih, tetapi ia meninggal ketika kapalnya tenggelam waktu memasuki Teluk Ambon. Bagian ini menegaskan bagaimana konteks geografis Indonesia, yaitu nusantara adalah wilayah kepulauan. Ada berbagai resiko yang dialami oleh para pelayan Tuhan ketika mengadakan pelayanan dari satu pulau ke pulau lain, seperti yang dialami oleh pendeta Adrian Hulsebos.
Ø Heurnius (1624-1632 di Jakarta, 1632-1638 di Saparua).

Ia juga sangat berbakat, ia menyadari kewajiban gereja untuk memberitakan Injil kepada orang-orang yang bukan Kristen.
Ia merupakan pendeta zaman VOC yang berusaha melayani orang-orang Tionghoa yang pada waktu itu sudah besar jumlahnya di Jakarta.
Ia menyusun kamus Tionghoa-Latin-Belanda dan terjemahan Pengakuan Iman Rasuli ke dalam bahasa Tionghoa.
Ia juga memperhatikan terjemahan PB ke dalam Bahasa Melayu.
Ia mengusulkan pendirian sekolah Teologi bagi orang-orang Indonesia di Indonesia. Namun gereja di Nederland tidak meluluskan permintaan itu, karena takut ajaran gereja tidak dapat dipertahankan secara murni di sekolah yang demikian.
Ø Melchior Leijdecker (melayani di Batavia tahun 1678 – 1701):
Ia menjadi pendeta di Batavia mulai tahun 1678-1701.
Ia menerjemahkan Alkitab dalam bahasa Melayu, namun tidak sempat menyelesaikannya karena sampai pada Efesus 6:6, Ia meninggal. Orang-orang lain melanjutkan dan merevisinya karyanya. Bahasa yang dipakai tinggi sekali, perlu ada lampiran untuk daftar kata-kata yang tidak dipahami oleh orang banyak.

5.6. Pengutusan Misi Gereja Dibawah Pengawasan VOC (1605-1799).

a. Ketika orang-orang Belanda berlayar di Asia mereka mencari rempah-rempah di Indonesia, selain itu mereka datang ke Indonesia karena mau menjadi negara yang kokoh untuk melawan kekuasaan Katolik. Lantaran itu, maka tidak mengeherankan kalau Belanda mengutamakan perdagangan.
b. Maka dari itu didirikanlah suatu perkapalan yang besar terkenal dengan nama VOC (Verenigde Oostindische Compagnie). Kemudian badan ini didukung penuh oleh negara Belanda. Kepada VOC diberi izin monopoli atas perdagangan mulai dari Tanjung Pengharapan (Afrika Selatan) sampai Jepang. Hal ini berarti tidak seorangpun dari Belanda atau negara lain boleh berlayar atau datang ke Indonesia tanpa seizin VOC sebab itu VOC mempunyai satu-satunya hak kedaulatan. artinya VOC berhak mengadakan perjanjian diplomatic mengambil keputusan untuk berperang, mengatur pekerjaan warga-warganya, membiyai gaji mereka serta menentukan tempat-tempat tinggalnya.
c. Menurut ajaran Calvin: pemerintah diwajibkan melawan serta memberantas segala penyembahan berhala dari agama palsu. Tugas ini diberi kepada VOC sebagai wakil pemerintah Belanda di Indonesisa. Dan seperti halnya di negri Belanda, maka VOC memberi kepada gereja segala keleluasan dan alat untuk menjalankan tugas ini.
d. Sesuai kenyataan keadaan politik/ekonomi maka pada tahun 1612, VOC mengizinkan kedatangan pendeta Kristen Belanda pertama di Indonesia dan mengirimnya ke Ambon. Sesuai dengan ajaran Calvinis tentang hubungan gereja dengan negara maka VOC bersedia membantu gereja reformed Belanda melakukan tugas keagamaannya di Indonesia dimana saja VOC pergi mereka siap sedia mendirikan gereja dan mengatur orang-orang misionaris yang dipilih oleh gereja. Namun bantuan VOC tidak diberinya tak bersyarat. Misalnya:
Keharusan utama yang dirasakan VOC sebagai penguasa Kristen adalah para pendeta Belanda mengutamakan pemeliharaan rohani atas orang-orang Belanda baik di laut maupun di darat. Walaupun bersedia mengatur pengkristenisasian penduduk, namun VOC tidak bersedia membiarkan para misionaris merusak kepentingan perdagangan.

Guna mempertahankan kepentingan dangang itu, VOC tidak mau gereja dan para misionaris menjadi terlalu kuat sehingga bersaing melawan tujuan mereka untuk itu VOC menuntut: (1). Kehadiran wakil VOC, bila majelis gereja mengadakan rapat. (2). Membiayai gaji misionaris, peralatan, misi, serta menentukan tempat pelayanan. (3). Pendeta-pendeta yang tidak tunduk atau melawan, dipulangkan kenegeri Belanda
Di Maluku: sebelum pendeta Belanda pertama datang, VOC telah memulai proses pengkristenisasian dengan cara merampas hasil dari pada padri, lalu memaksa 1600 penganut Katolik menjadi penganut Protestan. Beberapa peristiwa lainnya yang penting yang terjadi di Maluku adalah sbb:

1. Ds. Wiltens (Ambon) merupakan pendeta Belanda yang pertama berkhotbah dalam bahasa Melayu pada tahun 1613.
2. Wiltens, yang pertama dari 167 pendeta Belanda yang melayani singkat atau lama di Maluku dari tahun 1612 sampai pembubaran VOC pada tahun 1799.
3. Pada tahun 1615, di Ambon, telah dibentuk majelis gereja pertama.
4. Namun, walaupun jumlah pendeta serta golongan “Penghibur orang sakit” cukup untuk melayani warga gereja-gereja Benteng, di pedalaman orang Kristen diabaikan dan jarang di kunjungi.
5. Mengingat kekurangan tenaga pendeta dan bahwa kebijaksanaan VOC memprioritaskan orang Belanda maka penginjilan di Maluku sangat di abaikan selama masa VOC itu.

Sulawesi Utara dan Sangir Talaud: pada bagian ke-2 abad ke-17 kekuasaan Spanyol atas Sulawesi bagian utara di ambil alih oleh VOC, daerah lainpun mulai dikuasai oleh VOC seperti: Sangir, kemudian Talaud. Kekusaan VOC atas daerah-daerah di Sulawesi bagian utara diikuti oleh hadirnya gereja protestan Calvinis ke daerah-daerah tersebut. Orang-orang Katolik di daerah ini di wajibkan masuk Calvinis VOC (Gereja Protestan aliran Calvinis VOC) beberapa peristiwa penting disana adalah:
a. Pendeta C. De Leeuw tiba di Sangir (1680-1689), dari Ternate dan mempelajari bahasa Sangir.
b. Tercatat bahwa pada tahun 1700 terdapat 2.500 orang Kristen di Sangir. Namun oleh karena kelalaian dan kekurangan tenaga pelayan, maka jumlah ini menurun sampai setengahnya (1500 orang Kristen) pada tahun 1771.
4. Timor: daerah ini baru pada tahun 1670 mendapat pemeliharaan rohani, ketika salah seorang raja meminta perlindungan serta meminta baptisan. Namun orang-orang di Timor jarang dikunjungi oleh para pendeta. Akan tetapi antara thn. 1688-1730, diadakan pelayanan sakramen sebanyak delapan kali (hanya) di benteng Kupang. Namun suatu berita positif adalah laporan mengenai seorang guru ajaran Kristen pribumi yang bernama Paulus Kupang. Karena ia melakukan tugasnya begitu baik, ia diangkat, diberinya status Penghibur orang sakit. Status ini sama dengan suatu golongan rohaniawan berkebangsaan Belanda yang bisaanya diutus dari Belanda untuk melakukan tugas pelayanan sebagai penghibur orang sakit. Kelompok ini dapat memimpin ibadah dan pada saat berkotbah, mereka hanya membacakan teks kotbah yang sudah disiapkan oleh pendeta Belanda. Ketika Paulus Kupang Meninggal pada tahun 1716, ia diganti oleh seorang pribumi lain tetapi tidak lama kemudian orang-orang Belanda yang mengambil alih kedudukan “Penghibur orang sakit”. (makna beberapa peluang yang diberi kepada orang –orang setempat untuk tugas pelayanan gereja atau diambil alih oleh suku-suku tertentu digereja/ pendatang-pendatang)

e. Batavia : Pekerjaan misi didaerah ini mulai antara abad 17-19. ini berarti pekerjaan misi Gereja Calvinis VOC tidak hanya terbatas ke daerah Indonesia Timor tetapi juga ada usaha misi dizaman VOC meluaskan Kekristenan Indonesia bagian Barat. Misalnya:
Ø Dipulau Jawa : Walaupun orang –orang dipulau Jawa menerima Islam,namun di Jawa Timur masih tersisa kelompok-kelompok orang Hindu yang tak bisa memandang orang-orang Belanda sebagai sekutu melawan Islam. Maka dari itu misi Belanda diarahkan ke Panarukan dan Blambangan tahun 1569-1599. Ada sejumlah orang di baptis tetapi tidak lama kemudian daerah itu diislamkan dan pekerjaan awal ini tidak tahan lama.

Ø Sekitar tahun 1690 seorang misionaris bekerja di pedalaman Kalimantan Selatan dan berhasil membaptis beberapa ribu orang disana. Tetapi ia dibunuh dan pekerjaannya dihapuskan tak berbekas.
Ø Pada tahun 1545 dua Raja di Sulawesi Selatan memberi diri di baptis atas kesaksian seorang pedagang Belanda. Tetapi seorang pendeta yang datang kesana tidak menetap lama sehingga pekerjaan yang dimulai disana runtuh. (maknanya: kaum awam bersaksi dan memberi pengaruh tetapi bisa saja ketika pendeta melayani di daerah tersebut jemaat menjadi tambah atau kurang/bahkan bubar=tidak hakimi pendeta karena kami juga pendeta, … itulah pendeta…?). Maklumlah bahwa Sulawesi Selatan waktu itu tidak dianggap daerah yang penting bagi VOC. VOC segera meluaskan kekuasaannya kearah Barat Indonesia, sehingga memerlukan pangkalan sebagai pusat. Baik Indonesia maupun di seluruh kawasan Asia. Guna mencapai tujuan itu, maka VOC merebut Batavia pada tahun 1619.

Gereja di sana (Batavia) berkembang pesat, sehingga pada tahun 1700 mencapai 15.000 orang Kristen dari golongan Belanda, sebagai bangsa Asia (Portugis/India) dan Indonesia, dan ketiganya memakai bahasanya tersendiri. Bahkan Cornelis Senen (ingat apakah ada hubungannya dengan pemberian nama tempat Senen di Jakarta Pusat), seorang tenaga rohani dari Belanda yang sangat baik, akhirnya diangkat ke status calon pendeta. Tetapi oleh karena ia tidak berminat akan pendidikan barat dan tidak mengetahui seluk beluk Teologi Reformed, maka tidak mungkin ia lulus ujian sidang dan menjadi setingkat pendeta-pendeta Belanda.

f. Kesimpulan mengenai Berdirinya Gereja Protestan Calvinis VOC di Indonesia
(1). Kebijaksanaan VOC yang mengorbankan misi atas kepentingan perdagangan
(2). Kekurangan tenaga misionaris disertai sekaligus ketidakrelaan para misionaris atas kebutuhan untuk melatih dan meningkatkan tenaga rohaniawan pribumi.
(3). Terlalu banyak perhatian diberikan kepada orang-orang Kristen Belanda sehingga penginjilan orang-orang Indonesia diabaikan
(4). Banyak pendeta tidak pernah mempelajari bahasa daerah/bahasa setempat ataupun bahasa Melayu
(5). Permusuhan dan penghambatan dari Islam
(6). Sakit penyakit dan peperangan yang berkecamuk disana sini menghambat perluasan agama Kristen. (Culve, 1991:19-23).

Evaluasi:

Diskusikan:
Eksistensi gereja zaman VOC
Penilaian orang non Kristen (berapologet): Agama Kristen adalah Agama Penjajah dan Agama Setan Bule (penilaian salah satu orang tua etnis Tiong Hoa)


Calvinis VOC Abad XVII - XVIII Calvinis VOC Abad XVII - XVIII Reviewed by Yonas Muanley on 9:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.