Sumber: M.A. Ihromi dan S. Wismoady Wahono. 1979. Theodoran Peemberian Allah, Kumpulan karangan dalam rangka menghormati usia 75 tahun Prof. Dr. Theodor Mueller Krueger. Jakarta : BPK.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu:
1. Menilai struktur kelembagaan Gereja Calvinis di Zaman Hindia Belanda
2. Menilai pembentukan GPI dalam konteks esensi Gereja
3. Menilai pemekaran Gereja aliran Calvinis sesuai kenyataan alami warganya
Materi Pembahasan:
6.1. Struktur Kelembagaan
Penyerhan Kekuasaan atas Indonesia, termasuk kekuasaan atas Gereja kepada Pemerintah Hindia Belanda oleh VOC. Setelah VOC bubar pada tahun 1799 maka kekuasaan di Indonesia, termasuk kekuasaan atas gereja diserahkan kepada pemerintah Belanda. Selanjutnya pemerintah Belanda mengatur pelayanan gereja di Indonesia atau kekuasaan di Indonesia langsung berada dibawah pengawasan Raja Belanda.
Beberapa tahun kemudian, yaitu pada tahun 1864, parlamen Belandalah yang menentukan kebijaksanaan politisnya di tanah air Indonesia melalui menteri urusan daerah penjajahan. Seluruh gereja Protestan yang berada di Indonesia pada tahun 1800 digabungkan oleh pemerintah Hindia Belanda, dan diberi nama “Gereja Protestan Indonesia” (GPI) atau menjadi gereja Negara tahun 1817. Sejak saat itu gereja protestan yang ada di Indonesia dinyatakan sebagai Gereja Negara (M.A. Ihromi dan S. Wismoady Wahono, Editor, 1979.)
Selanjutnya gereja ini disebut “Gereja Negeri” atau gereja negara. Oleh karena menjadi gereja negeri, maka ada peraturan dari pemerintahan untuk GPI. Aturan itu antara lain:
1. Secara teori dukungan keuangan dari pemerintah kepada gereja di cabut; prinsip
pemisahan gereja dan negara diutarakan.
2. GPI dipimpin oleh suatu badan pengurus yang diangkat oleh gubernur jenderal dan yang berkedudukan di Batavia. Ketuanya harus dari aparat negara kolonial (sejak abad ke-20 seorang pendeta). Anggota pengurus lain adalah pendeta-pendeta Belanda.
3. Tugas gereja diartikan: “Memelihara kepentingan agama Kristen pada umumnya dan gereja Protestan pada Khususnya… menegakkan ketertiban serta kerukunan dan memupuk cinta kasih kepada pemerintah serta tanah air. (Tugas penginjilan tidak disebut)
4. Pemerintah Hindia Belanda tidak merasa perlu bahwa gereja menciptakan suatu konfesi ataupun menentukan suatu tata ibadah. Hal ini menyaratkan bahwa pemerintah Belanda tidak begitu tertarik akan makna hakikat gereja.
6.2. Reorganisasi Struktur Gereja Zaman Hindia Belanda (Indische Kerk)
Pemerintah Belanda setelah penyerahan kekuasaan oleh VOC menempatkan Gereja di Indonesia di bawah urusan kementrian Perdagangan dan Penjajahan. Pemerintah Hindia Belanda melalui keputusan Raja Belanda Willem I tertanggal menyatukan Gereja-gereja protestan (Calvinis dan Lutheran) menjadi Gereja Protestan Indonesia (GPI), yang berada dibawah urusan Negara , yaitu pemerintahan Belanda. Akan tetapi keberadaan Gereja seperti ini tidak sesuai dengan esensi Gereja, maka gereja-gereja di Indonesia pada waktu itu berusaha untuk melepaskan diri dari Negara, dan perjuangan ini membuahkan hasil, yaitu pertama, gereja memisahkan diri dengan Negara dalam hal administrasi( thn. 1935), beberapa tahun kemudian yaitu pada tahun 1950 gereja-gereja Protestan aliran Calvinis yang merupakan hasil misi zaman VOC dan Belanda memisahkan diri dari Negara (pemerintah Belanda) dalam bidang keuangan. Sejak saat itu gereja berusaha mandiri walaupun harus menghadapi berbagai kendala (akan dibahas dalam Gereja menuju kemandirian). Disini hanya mau disampaikan bahwa gereja yang memisahkan diri dengan pemerintahan Belanda, pada akhirnya dimekarkan menjadi beberapa gereja suku, yaitu: 1) Gereja Masehi Minahasa (GMIM,tahun 1934). 2) Gereja Protesten Maluku (GPM, thn. 1935). 3). Gereja Masehi Injili Timor (GMIT,thn. 1947). 4). Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB, thn. 1949).
Pada masa penyerahan kekuasaan di Indonesia oleh VOC kepada pemerintah Belanda, pemerintah Belanda tidak terlalu memperhatikan kegiatan penginjilan untuk menjangkau orang-orang yang belum percaya kepada Kristus
Sejak tahun 1500 Islam makin meluas di kepulauan Indonesia. Pada tahun 1800 secara garis besar Islam telah menuasai Batavia. Kemudian proses Islamisasi menjadi semakin nyata, teristemewa diakhir abad ke-19, berkat huibungan dengan Jasirah Arab. Hal itu berarti pekabaran Injil di daerah-daerah itu akan lain sifatnya dan hasilnya dibandingkan daerah agama suku. Lain pula sikap pemerintah kolonial terhadap kegiatan misi di daerah Islam dibanding daerah agama suku. Selain itu sikap serta kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda terhadap gereja dan misinya tidak begitu berbeda dengan VOC. Artinya, gereja tetap dianggap sebagai alat pemerintah untuk menjalankan kepentingan pemerintah, termasuk keuntungan/kemakmuran ekonomi. Hal itu diamati dalam:
1. Larangan atas penginjilan didaerah-daerah Islam demi mempertahankan kerukunan (maksudnya kepentingan dagang): misalnya Jawa sampai tahun 1850 dan Aceh.
2. Kerelaan memberi dukungan kepada pengkristenisasian didaerah agama-agama suku guna melunakkan sikap anti pemerintah kolonial.
3. Acuh tak acuh terhadap hal apa hakikat gereja itu? Tidak ada kerelaan untuk membiarkan gereja menjadi gereja dalam arti yang sesungguhnya (konfesi, penginjilan, dsb).
4. Yang sangat penting juga pemerintah kolonial Belanda tidak pernah menyatakan secara formal kedudukan orang Indonesia Kristen. Seolah-olah pemerintah tidak mengetahui bahwa dalam gereja itu terdapat orang-orang Indonesia, padahal mereka merupakan mayoritas anggota gereja.
5. Terjadi dua perkembangan di negeri Belanda yang menyebabkan perkembangan yang kita lihat diatas tadi dan juga mengakibatkan beberapa perubahan diantara tenaga pekabar Injil serta metode-metode dari misinya.
Hal-hal itu (perubahan-perubahan) itu terlihat dalam:
1. Gerakan pencerahan: Pencerahann adalah satu aliran berpikir di Eropa yang menyatakan bahwa manusia telah menjadi dewasa dan harus berani berdikari, melepaskan diri dari belenggu tahkyul, dogma, dan segala bentuk keagamaan yang tidak sesuai dengan Rasio. Karena ratio adalah hakim akhir dalam segala hal penting. Cara berpikir seperti itu mempengaruhi: (1). Tuntutan kebebasan dalam beragama, dan negera tidak berhak mengklaim bahwa hanya satu gereja/dominasi yang sah baginya. (2). Memisahkan gereja dan pemerintah; secara praktisnya pemerintah yang berdemokrasi dan bukan gereja yang dikira berpikiran picik perdagangan yang mewakili rakyat sesungguhnya (sekuler di atas rohani). (3). Mempengaruhi sikap –orang-orang Eropa terhadap bangsa-bangsa lain.
2. Pietisme: (dari kata “Pious”= saleh/kesalehan) adalah aliran dalam kelompok Kristen yang menekankan kesalehan dalam setiap lapangan kehidupan. Munculnya pietisme sebagai reaksi terhadap ortodoxi yang kaku/tidak dinamis. Kelompok Kristen pietis mengutamakan: (1). Kehangatan iman secara pribadi. (2). Kesalehan pribadi. (3). Kepastian/pengalaman pribadi akan keyakinan keselamatan berdasarkan karya Tuhan Yesus Kristus. Dua lembaga yang sangat terkenal Pietis adalah Universitas Halle yang menamatkan lebih dari 6000 pendeta (sarjana yang ditabiskan menjadi pendeta). Lembaga yang kedua adalah Hernnhut, pusat dari kaum Morafiah yang secara pengorbanan mengutus satu dari 60 anggotanya sebagai utusan Injil kepada 4 penjuru bumi dari tahun 1730 sampai tahun 1800.
Penekanan pietisme atas penginjilan membahwa dampak besar pada misi Protestan di Hindia Belanda (wilayah jajahan Belanda). Orang-orang Belanda yang dipengaruhi oleh pengaruh pietisme berminat mengikuti teladan Hernnhut, Willem Carey serta beberapa badan penginjilan di negara Inggris yang juga mempengaruhi orang Kristen Belanda yang menaruh minat pada penginjilan dan membentuk badan misi seperti: NZG (1797), NZV dan RMG (1828). Bahkan di Indonesia selain Java Comite (1855), lahirlah lembaga Alkitab (1814) sebagai reaksi orang Kristen Indonesia yang tidak puas dengan GPI, selain itu lahirlah lembaga-lembaga PI di Batavia (1815) dan Surabaya (1815). Beberapa misionaris yang dipengaruhu oleh pietisme seperti: Joseph Kam, Bruckner, Super, Riedel, Jellesma, L.I. Nomensen, dll.
Evaluasi:
Mahasiswa mendiskusikan eksistensi Gereja di masa Hindia Belanda di Indonesia (eksistensi Indische Kerk)
Indische Kerk Abad XIX - XX
Reviewed by Yonas Muanley
on
9:02 PM
Rating:
semangati cerita-Nya
ReplyDelete